TEMBANG RUWATAN

Ari Saptaji

kudengar lambungmu -- lambung itu adalah kawah
tengah mencerna, terus mencerna
di bawah bumi -- di laut sana?
debur ombakmu jumbuh pada langit gunung
: abu-abu kota, asap yang mengambang
seperti tembang tlutur

seperti silsilah yang lindap --
karena haruskah aku percaya pada udara?
ia telah ada, namun tidak ada
dan akan ada: jagad beredar di sekelilingnya
dengan penduduk dapat sepenggal cerita

(aku melihat tahta dan biasan kuda
yang meliar): mereka menelan tanpa merasa
memandang dan kehilangan ujung pangkalnya
bumi yang kelak diguncangkan

mereka tetap bernapas dalam udara kota
: tugu tetap tegak diam menjulang

almanak lepas, gunungan bergetar lamban
seperti tertangkap lakonnya
seperti tak tertancap pengharapannya
-- wayang-wayang berderaian di embun malam
atmosfir yang menerima tanpa menjadi serupa

di pusat alun-alun aku berdiri
merobek mimpi rongga-rongga malammu
dan menuturkan sasmita kanda bawana
dalam gemetar langit subuh
yang menyimpan lintang panjer rina

Yogya, 1992


Category Article