Puisi Tentang Buruh | Sajak Buruh

Sajak Buruh
Faisal Muchtar Al Khaufi

buruh bersatu tak bisa dikalahkan
buruh bersatu tak bisa dikalahkan
buruh bersatu tak bisa dikalahkan
buruh bersatu tak bisa dikalahkan

anak – anak negeri berjalan pergi
menyisir waktu dan ruang
tubuhnya di beli hatinya terkunci
oleh singa-singa industri

seperti melacur….
seperti robot-robot bernyawa…

darahnya mengental keringat mengkristal
dalam panas yang menggumpal
deru mesin-mesin pecahkan telinga
bersama lapar yang menganga

memuja tembaga….
memuja mesin-mesin…..
seperti berhala….
kemanakah nasib buruh negeri ini
kalau upahnya dikebiri
kemanakah nasib buruh negeri ini
kalau hak-haknya dicuri
buruh…bersatulah

Karawang, 2008


Puisi Terang Bulan | Puisi Bertema Terang Bulan

Terang Bulan
Faisal Muhctar Al Khaufi


sesungguhnya lelaki itu berjalan antara pekatnya dupa, malam kian ramah
kerigatnya didinginkan angin lalu duduk menghitung sisa – sisa harapan
lantas bercumbu dengan nikotin karena tak ada lagi anggur yang bisa
menghangatkan dada

ajaib, ia pun berdiri “terima kasih tuhan” parau suaranya bergema antara
kesunyian dan lelapnya mimpi, di bawah lampu jalan yang setia, seperti
puisi yang ditukil dari kitab – kitab getir

aku menyaksikannya berasama salak anjing dan ringkik tawa parfum
kupu – kupu malam di sebrang jalan yang tak pernah mau jujur pada kenyataan


Karawang 2005

Temaram di Karawang

Temaram di Karawang
Faisal Muhctar Al Khaufi


selalu
ketika mega tenggelam kupaparkan segala keluhan
walau hanya sisa – sisa cahayanya saja
yang dapat kuajak bicara lalu hilag entah kemana

selalu
alunan adzan berdendang meski samar terdengar
di hati nanar, aku tetap menghampiri cahaya

selalu
dingin yang semakin runcing menyayat hari – hariku
dengan ribuan penat dibenak yang beranak pinak

selalu
meski ribuan tanya yang kubawa setelah sekian lama
aku mengembara di bumi yang sakit jiwa
mencari duniaku yang hilang, begitupun Tuhan


Karawang 2005

Syair Kepedihan | Faisal Muhctar Al Khaufi

Syair Kepedihan
Faisal Muhctar Al Khaufi

hasniah, ijinkan aku menutup rapat-rapat
buku harian ini dan mencoba melupakan kutukan
pada mantra garis tangan karena sebuah kata-kata
yang diiringi lapar dan memar telah memaksa aku
mencintai bisingnya suara mesin-mesin

bahkan aku tak pernah melihat matahari dan menghirup
wewangian musim, tak ada lagi bunga – bunga yang dapat
aku jadikan kata, tak ada lagi hujan yang dapat aku tafsirkan
pagi, siang, sore dan malam hanyalah hamparan lautan keringat

sungguh percikan bunga – bunga api dan kerasnya suara rimmer
pelan – pelan mengikis mata hati ini, betapa pedihya saban hari
mencintai sepatu boot, seragam, masker dan sarung tangan juga
memberi salam pada mata – mata sipit adalah keharusan

namun, jauh di dalam batin ini aku sudah menata rumah paling indah
untuk kita berdua.


Karawang 2005

Setelah Merenungi Kota

Setelah Merenungi Kota
Faisal Muhctar Al Khaufi

Sebuah perjalanan panjang
nadiku mengutuk setiap kata dan peristiwa
dalam kota yang kehilangan air mata
sebab Tuhan dan Dewa adalah pasangan
lesbian yang lucu pada setiap gedung – gedung
dalam kemandulan imaji para satria rela telanjang
demi pangkat dan kedudukan
hei arjuna ! matamu merah setelah menenggak darah
keringatmu bau sampah tubuhmu kekuning kuningan

ke ladang yang kering kerontang rumput-rumput
teraniaya langit, padi-padi terpaksa menguning tanpa isi
para petani mencangkul sawah dengan leher tergrok harga pupuk
daun-daun pucat penuh debu dan angin berhembus malu-malu
ternyata kemerdekaan hanya milik singa-singa industri
dan sejumlah orang-orang bertahta

memasuki lorong-lorong yang sempit para ibu
menyusui anaknya dengan puting yang berdarah
para bapak mengunyah aspal sambil menggaruk muka
dengan pecahan kaca seketika tikus-tikus mati besama
bau borok yang menyengat

di masjid besar anak-anak berlarian mencari tuhan
yang di sembunyikan tiang-tiang, azan dikumandangkan
dalam speaker yang batuk semntara sepatu dan sandal dicuri
malaikat maut yang miskin


pada pasar-pasar yang tak pernah tidur
ikan asin berbaris sambil menyumpahi iblis
sayur-sayur diikat kebohongan para pedagang
lalu tetesan keringat kuli panggul mengkristal
bersama bau pekat mentimun dan tomat busuk

Tuhan, selamatkanlah kotaku

Karawang 2007

Sebuah Keharusan | Faisal Muhctar Al Khaufi

Sebuah Keharusan
Faisal Muhctar Al Khaufi


kembali aku membaca buku yang halamannya berkisah
tentang keluhan para dewa – dewa penyair yang menenun kata-kata
kertas-kertas gelisah huruf-huruf bertuah membakar sejarah
antara kerumpilan kehidupan

kembali aku membaca diri, seribu kecewa berpusara di dada
bercengkrama dengan perih di bahu kananku, semestinya
kubalut luka ini dengan kain yang merindukan anyir darah
darah perawan yang hidup ditahun tujuh puluhan

kembali aku membaca kota, panorama memaksa sebuah belati untuk menghujam
ribuan sepanduk dan retorika buah dari manusia yang gemar berepolitisi

adalah sebuah paksaan ketika aku harus berlari menju puncak gunung
memikul senjata dan ribuan amunisi lalu menembaki langit, bulan,
bintang dan matahari



Karawang 2005



SARASKU | Faisal Muhctar Al Khaufi

SARASKU
Faisal Muhctar Al Khaufi


di matamu aku temukan puisi yang mengalir tak henti-henti
seperti telaga yang menyimpan mitos-mitos aneh yang lampau
di atas tikar ini aku meminjam keramat rimbun pohon kersen
dan bahasa riang burung-burung selagi malaikat senja menaburkan
serbuk asihan dan kasmaran yang digunakan sulaiman

mendekatlah sasasku dan pahamilah aku sebagai seniman kolokan
sebab meminangmu dengan sebotol air mineral dan shalat ashar
adalah parodi paling lucu sepanjang sore ini dan biarkan orang-orang
berjingkrak-jingkrakan sambil muntah-muntah menertawakan
peraduan kita, katakan kau takan pernah tidur sepanjang sore ini
daun-daun saling melempar cerita dan di selipkan di pelepah pohon
ranting-ranting menyalurkan bait-bait cinta yang di serap akar kerinduan
alismu sarasku menepis kalimat-kalimat yang mengalun seperti suara
biola tua

inilah aku
sepenggal sajak cinta murahan yang berserakan diantara butiran embun
bersama tubuh kikuk yang mematung dihadapanmu yang tampak bingung
lalu keringat dingin, bau rokok, dan selembar daun kering yang kuremukan
seakan mengesahkan bahwa aku tak karuan

karawang 2007



Puisi Renungan Senja | Faisal Muchtar Al Khaufi

Renungan Senja
Faisal Muchtar Al Khaufi

datang dari sebuah bunyi
menuruni tangga – tangga mimpi
lalu datang kata – kata sadar
dari imaji raut wajah kota yang bingung

karang pawitan, tiang bendera yang miring
memaksa merah putih berkibar malu - malu
singaperbangsa, stadion geledeg yang mubajir
setiap pagi orang – orang berdatangan mencari kesegaran
dari udara bercampur busuk di tengah kota yang kikuk

mall besar dibangun bersama kepura - puraan
yang merubah peradaban seraya tuli akan jeritan warung kopi
ayo sarapan pagi di alun – alun bersama orang gila
yang selalu senyum setiap hari, aspal dingin yang retak
simpang siur jalur angkutan umum juga banjir yang setia
di musim hujan membuat benih - benih gelisah

muda mudi mencintai petualangan sementara
pengendara motor tak lagi bertelinga
seniman tradisional hanyalah kenangan
dalam kota yang lupa goyang
oh karawang


Karawang 2007

Reinkarnasi | Faisal Muhctar Al Khaufi

Reinkarnasi
Faisal Muhctar Al Khaufi

seputih bulan
kini aku melarutkan warna – warna kulitku ke cahaya
meraja jua kembali luka – luka yang lama menganga
memfosilkan rindu di puncak gunung hari
lalu bersumpah – sumpah
dari sini dapat ku lihat betapa bodohnya
orang – orang yang pasrah kepada nasib
sedang mereka tak mau merubahnya

atas nama seribu mata air
aku mengembara mencari kembali telagaku yang hilang
walau telapak kaki telah membatu

atas nama lagit seribu warna
aku memutihkan warna – warna ku, meski setiap titian
tangga yang ku daki tadi bersaksi bahwa aku hidup kembali


Karawang 2005



Rengganis | Faisal Muhctar Al Khaufi

Rengganis
Faisal Muhctar Al Khaufi

sungguh, tak mungkin ku dustakan meditasi itu
seperti tidur degan mimpi indah yang panjang
suburkan murung di tubuhku mematung
menjalar hingga ke sum–sum dan balung

tetapi sebenarnya
aku sedag menunggu dibangunkan oleh lagu
yang dimainkan tangan dewi kecapi
yang lentik jarinya mematahkan ranting dan dedaunan

hari ini, kupinang kau rengganis untuk kujadikan mata air sebab hujan
tak mampu lagi membanjiri telaga yang dulu penuh cinta dan biarkan aku
mendayung perahu sambil menjala ikan di telaga itu

kaulah dewi itu, rengganis
segala cinta untukmu


Karawang 2005



PULANG | Faisal Muchtar Al Khaufi

PULANG
Faisal Muchtar Al Khaufi

mungkin, sudah saatnya kita kembali kerumah masing-masing
untuk memahami jiwa yang tak pernah kita temukan sebelumnya
memahami tangis dan gelisah ibu, memahami bahasa diam ayah
juga senda gurau adik dan keponakan kita
ternyata hidup bukanlah pertunjukan semalam suntuk diatas
penggung atau pentas keliling kota, lintas pulau atau keliling dunia

sudah saatnya kita kembali untuk memebenahi kamar yang lama
kita tinggalkan , membenahi foto-foto kertas-kertas usang dan cermin
yang tak henti-hentinya berkata “keparat, kau sakit jiwa!”
perlu sedikit waktu untuk merenungkan perjalanan kita kemarin
merenungkan setiap peristiwa, percakapan, dan tindakan-tindakan
yang kadang tak masuk akal.

dan dirumah masing-masinglah kita akan mendapatkan kesejukan
juga makna dari sebuah pengembaraan, seperti jiwa-jiwa menuju keabadian
ayolah kawan, kembalilah ke rumah masing-masing agar kita sadari
betapa besar arti sebuah kehangatan berkeluarga, ambilah secerik kertas
dan tulisalah puisi sebanyak mungkin sambil menghargai bahasa dan
kesunyian yang memang tak lazim

mungkin, suatu saat nanti akan kita ledakan bom waktu itu besama-sama


Karawang 2008


PERJALANAN TERAKHIR | Faisal Muchtar Al Khaufi

PERJALANAN TERAKHIR
Faisal Muchtar Al Khaufi


akhirnya kepada puisi juga aku kembali
telah ku ungkap rahasia kegelisahan para pecinta ketakjuban
mereka yang mengerti segala isyarat dan hakikat kerinduan
juga pesan dan nasihat para pemuja keindahan
hingga tibalah saatnya waktu yang akan berbicara

akhirnya kepada puisi juga aku kembali
satu panggung dan seribu mata adalah rekayasa
tumpukan naskah telah ku telanjangi
bersama lakon-lakon yang menyesatkan
lampu-lampu yang tak kenal warnanya
musik yang mengalun tak terekendali
juga klimaks dan anding yang tak pernah usai

kini ku tutup rapat-rapat tirai panggung
akhirnya kepada puisi juga aku kembali

Karawang 2008

Perselingkuhan Malam | Faisal Muhctar Al Khaufi

Perselingkuhan Malam
Faisal Muhctar Al Khaufi


bahkan cahaya menghardik matahari
dan menawarkan perselingkuhan dengan malam
malam sepertinya menawarkan pesona di atas pesona
ada bisik yang tak tercatat dalam perjanjian di kemaluan malam
tentang jaman yang meronta ingin dinikahi

cipasung desa kecil itu pada titik sunyi
seorang tua di pojok perapian bersama gumam istrinya
menatap bugil pada langit yang angkuh
gemuruh api menyaksikan peraduan demi peraduan
merampungkan malam yang sempurna ditelan hati

sunyi pun hilang diterpa fajar
cahaya kembali datang mendamaikan
setiap perselingkuhan demi perselingkuhan


Tasikmalaya 2004

Menuju Rumahmu

Menuju Rumahmu
Sarabunis mubarok

Faisal Muchtar Al Khaufi


dalam cuaca buruk
langkah ku meniti setiap tikugan gelisah
kertas-kertas yang ku genggam bergetar
ketika air hujan menyentuh kepala
semantara darahku mengalir keselokan

Bun, menuju rumahmu
aku mengantungi tembakau
yang ku curi dari saku kiyai
seraya meninggalkan kitab-kitab juhud
untuk berguru imaji

sesungguhnya puisi terpanjang
adalah gelap itu saat cahaya lilin
menemani diskusi dan meditasi
dan aku tenggelam, bun

tenggelam bersama racikan
tembakau dan kata-kata
setelah bait-bait kita telanjangi
maka kutuklah aku menjadi penyair

Karawang 2007




Ketika Meditasi | Faisal Muhctar Al Khaufi

Ketika Meditasi
Faisal Muhctar Al Khaufi


ternyata hari – hari itu pahit sejak mimpi – mimpi tiada berujung itu
Mengendap di pusara kemaluan hatiku, sedingin kota yang menjelma
Kematian dari ribuan sajak yang terpencil, kini darahku yang sedingin besi
Perang melawan jutaan kekecewaan bersama surat – surat lamaran yang tak
Pernah kunjung kembali.

Kutatar kembali segumpal daging yang ada dalam dadaku, sebab keringat
Ini telah mengering sekering kota yang tak mengijinkan aku memakai baju,
Wajahku semakin jelaga sejak udara dibubuhi mantra buhun para
Penyamun, tetapi masih saja mulut – mulut sesumbar itu meneriakkan yel – yel
Menyakitkan sedang mereka telah berikrar menjadi saudaraku

Inikah realita dari sebuah dongeng yang ditiupkan malaikat ketika aku
Masih semedi di rahim ibu, atau mungkin inikah rahasia buku iliyyin di bahu
Kananku, jika itu benar maka pantaslah sang penyair pernah berkata

“Manusia adalah mahluk yang diciptakan dari separuh dongeng
dan separuh kenyataan”
Akulah orang itu


Karawang 2005





SEPERTINYA | Faisal Muhctar Al Khaufi

SEPERTINYA
Faisal Muhctar Al Khaufi


sepertinya hujan magrib mewiridkan
kenangan lama yang penuh luka juga nanah
pohon-pohon sunyi hantu-hantu lucu
bercengkrama melalui sel-sel waktu
tepat pada serpihan bintang-bintang

azan menawarkan peraduan
di dasar batin memporak porandakan bisik
dan lagu siul itu bertautan bagai lonceng
masih ada yang menyajikan damai

selesai salam dan doa-doa berterbangan
layaknya kupu-kupu kecil menari-nari
selesai salam dan doa-doa berterbangan
di atas kubah berharap pintu langit terbuka


Karawang 2004



Sajak Tahun Tuhan | Faisal Muhctar Al Khaufi

Sajak Tahun Tuhan
Faisal Muhctar Al Khaufi


tahun-tahun bermunajat
saat doa-doa disepuh alim ulama
melulu batu-batu disepuh ayat suci
dan nafas para sifi mengetuk pintu langit
menguak tabir pada hati yang kecemasan

tahun-tahun menangis
di dasar hati yang terkikis
namun rindu tak terhapus
oleh cinta yang mulai pupus

tahun-tahun menelan dzikir
di sepertiga malam yang getir
dan rindu pun menyauh
di atas sajadah lusuh

orang-orang pun menari layaknya
mulana menari di depan tuhan
aku juga menari

ya disini

di dasar batin ini


Tasikmalaya 2003


Rindu Tasik | Puisi Kerinduan

Rindu Tasik
Faisal Muhctar Al Khaufi

aku merindukan riak air sawah
tajamnya udara gunung
serta cinta yang pernah kutinggalkan
saat-saat dimana kitab-kitab klasik kugauli
memburu paham-paham sufi dan kaidah yang tersirat
dzikir-dzikir sunyi bergema di dalam batin
jiwa yang tenang dalam pelukan Allah

pernah kudapati kebersamaan
bercanda ria berebut kerak nasi
sembunyi-sembunyi membacok ikan ajengan
lalu menikmati jamuan malaikat di atas daun pisang

ternyata kekuatan sebuah hidayah
telah menenggelamkan aku pada samudera ibadah
yang abadi

kini aku pulang cipasung membawa setumpuk nasihat dan amanah
seperti musa yang ditugaskan mengislamkan fir’aun
ke kota yang lupa Tuhan dan daratan
melulu aku perang melawan analogi sufistik yang sinting
paham-paham gila yang dibungkus ormas-ormas sakit
yang keluar dari mulut boneka-boneka sejarah

tapi aku masih tetap berdiri bersama kaidah masa lalu
syair, beri aku kekuatan!

Karawang 2004

Aku Tulis Sajak ini Dengan Air Mata

Aku Tulis Sajak ini Dengan Air Mata
Faisal Muhctar Al Khaufi

mengapa harus rumah itu
kenapa tidak kita saja yang dikorbankan
guci-guci tua, lukisa-lukisan tanpa nama
bantal guling yang bersaksi lahirnya kita
tali pusar yang terbungkus kapas putih
burung nuri yang riang setiap hari
foto-foto masa kecil yang jenaka

tak hanya itu yang kita punya

mengapa harus rumah itu
kenapa tidak kita saja yang dikorbankan
sungai ceotan yang mengalir dengan tenang
gagahnya gunung kapur di depan rumah
masjid tua warisan abah kita
dan taman kanak-kanak tempat kita sekolah dulu
terasa begitu berat meninggalkannya

bisingnya pabrik peleburan kapur
dentuman dinamit pemeceh karang
dan betapa riangnya bermain
di bawah rindang sang pohon jambu
sambil menunggu ayah pulang
semua itu masih melekat dalam ingatanku

wajah desa dipagi hari
betapa sejuknya udara gunung
hangatnya matahari menyentuh kepala
juga langit yang acap kali menaburkan
serbuk hujan adalah nyata
nyata bagi kita

mengapa harus rumah itu
kenapa tidak kita saja yang dikorbankan

duhai Allah yang maha bijaksana
begitu mulia ibu merawat tiga anaknya
hingga saat menjelang tidur pun
ibu menyanyikan lagu syahdu untuk kita
lagu yang membawa kesurga paling indah, milik kita

yang tak pernah terlupakan ketika mata kita terbuka
ibu sudah tiada
rambutnya tertata rapih dengan senyum di bibirnya
bahu yang penuh kehangatan memeluk kita bertiga
sementara matanya tertutup dengan damai

ingatlah sebuah nisan putih
bertuliskan nama yang tak asing
nama yang tak hancur di terpa jaman
meski ada yang menggantikannya

dan itu semua terjadi di rumahku
rumah mu rumah kita.


Karawang 2005

Aku Pun Tak Tahu ( I ) | Faisal Muhctar

Aku Pun Tak Tahu ( I )
-Semi ikra anggara

Faisal Muhctar Al Khaufi


aku mabuk kata lalu memuisikan sakit di atas kertas
demi Tuhan para penyair
aku mabuk lagi dan melengkapkan orgasme
bersama kitab-kitab sastra
membentur masa laluku yang agamis

aku memang pengobral janji
tapi aku punya harga diri
kegilaan ku hanya respon gilanya dirimu

aku mabuk lagi dan terus menerus mabuk
membayangkan lembaran hari-hariku
masuk ke sajak-sajak atau rintihan malamku
menjadi judul, jalan pikiranku menjadi tifografi
yang tak kunjung menjadi antologi


Karawang 2005

Puisi Aku dan Kekasih | Faisal Muhctar Al Khaufi

Aku dan Kekasih
Faisal Muhctar Al Khaufi


malam yang menggetarkan api
masih saja berkata tidak untuk bercinta
sedang kita telah berpelukan sekian lamanya
berusaha mencapai puncak-puncak paling nisbi

jangan berkata malu
karena lampu yang redup itu
akan menjadi saksi tajamnya
senjata tumpul pamungkasku
biarkan malam ini rebah di jantung waktu
rembulan akan tertutup awan
sementara kita menyatukan air keringat


Karawang 2005


Biografi FAISAL MUCHTAR AL KHAUFI

FAISAL MUCHTAR AL KHAUFI

Lahir di Bogor 24 September Alumni PONPES Cipasung Singaparna Tasikmalaya Jawa Barat, menulis puisi sejak SMA, angota Sanggar Sastra Tasik (SST) juga menjadi aktivis Teater Tasikmalaya, setelah lulus menetap di Karawang dan mendirikan Masyarakat Sastra Karawang (MASTAKA) dan Teater Pelangi bersama para seniman muda Karawang, puisinya pernah dimuat di Radar Karawang, Radar Bogor, Majalah Pangkal Perjuangan, Gerbang, Horioson, harian KOMPAS, PIKIRAN RAKYAT, Buletin Siluet, dan dipublikasikan di RSPD Tasikmalaya, Radio LAZUAR FM Karawang, juga menulis dan menyutradarai Naskah Drama dan Monolog yang sering dipentaskan di Karawang dan Bogor, antologi Tunggalnya “ Ayat – Ayat Kasmaran “, sekarang menetap dan bekerja di Karawang sebagai buruh dan Instruktur Teater Sekolah : “Teater Bunga” SMAN 5 Karawang, “Teater Merah Putih” SMAN 3 Karawang, “Teater Mentari” SMAN 4 Karawang, “ Teater Bintang “ SMA/SMK BHINEKA Karawang.


Email : faisalpenyair@yahoo.co.id
Blog/Web: http ://teaterpelangi-karawang.blogspot.com ; http://faisalmuchtar.com
Contac person : (0267) 404583, 085692459912

Puisi Tiada Seindah Mimpi | ArieyWee


TIADA SEINDAH MIMPI

Bersembunyi di sebalik senyuman,
aku bermonolog di dalam hati,
seksa tak terkira,
peritnya tak tertanggung.

Aku merasa sepi menangis pilu,
memejam mata sakitnya hati,
mana mungkin mereka tahu apa yang aku rasa.
Dendamku, dukaku, benciku,
segalanya aku tanamkan di dasar hati,
ku timbuskan dengan perasaan bahagia menutupi
itu semua,
hanya untuk mengaburi mata mereka sedangkan aku,
masih terluka.

Kiriman : ArieyWee


JERIT HATIKU By : Ayu Arista

JERIT HATIKU

Kemunafikan menjadi paradigma paradigma dunia
Yang semakin meragas pilu kekuatan jiwa
Hanya menjadikan pecundang pecundang dunia merajai jagad ini
Hatiku luluh lantak mengiringi keresahan jiwa yang membatin pilu
Inikah hidup….?
Mengapa terlalu nista… mengapa terlalu jalang…?
takkah ada yang mampu menjelaskannya padaku?
Tolong aku tuhan…
Mengapa tak ada satupun yang perduli
Hatiku semakin hancur saat acuh menyapa diri ini
Takkah kalian merasakan apa yang kurasa saat ini
Takkah kalian mendengar jeritan hati ini…
Takkah kalian memahami rasa ini..
Takkah kalian tau..
Bahwa Aku tlah terluka dalam…


Kiriman : Ayu Arista


Share







Puisi Ketika Cinta Bersemi | Sun Hadi


KETIKA CINTA BERSEMI
Sun Hadi

Kucoba untuk mencintainya,
Namun ku tak kuasa
Kucoba melupakannya,
Namun ku takut menderita
Kucoba meninggalkannya,

Namun kutakut sepi melanda
Kucoba mengingatnya,
Namun kutakut membebaninya
Ku ingin menyatakannya,
Namun kutakut kecewa


Biarlah kan kusimpan rasa cinta,
Dalam hati yang terus nestapa
Ku buatkan dalam hatiku istana,
Agar rasa cinta itu tetap terjaga


Masaku kini telah berlalu lama,
Hingga tak ada lagi asa tersisa
Untuk menuai segala rasa suka,
Akan arti kata-kata mutiara cinta


Hari demi hari berlalu begitu saja,
Seakan rasa cinta itu telah binasa,
Atau mungkin sudah kadaluarsa,
Hingga kesepian datang melanda


Kucoba tuk mengalihkan semua,
Mengingat akan kehadiran-Nya,
Dalam hidup yang di alam dunia,
Hingga menunggu saat ajal tiba


Kembali ku adukan semuannya ,
Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa,
Atas beban rasa yang menimpa,
Hingga larut dalam suasana jiwa


Dia selalu mencintai hamba-Nya,
Dalam suka dan duka selalu ada,
Tidak lengah dan selalu terjaga
Bagi hamba-Nya yang bertaqwa
Dan mengharap kehadirann-Nya



Karya : AnakAngon (Sun Hadi)
(Dibuat pada hari Sabtu, 29 Mei 2010)





PUISI INDONESIA RAYA - Andri Nur Latif

INDONESIA RAYA
Andri Nur Latif


INDONESIA RAYA I

Aku Cinta Rupiah


Juni 1999


INDONESIA RAYA II

kerbauku diterkam
serigala pada lehernya

Juni 1999



INDONESIA RAYA II

Kemerdekaan adalah sebuah pintu di antara
dua ruang yang sama
kita lewat

Juni 1999


(Antologi Puisi Andri Nur Latif "My Name Is Mimin")

SAJAK CINTA KAHLIL GIBRAN - THE LIFE OF LOVE

THE LIFE OF LOVE

Spring

Come, my beloved; let us walk amidst the knolls,
For the snow is water,
And life is alive from its slumber and is roaming the hills and valleys.
Let us follow the footprints of Spring into the distant fields,
And mount the hilltops to draw inspiration high above the cool green plains.

Dawn of Spring has unfolded her winter-kept garment
And placed it on the peach and citrus trees;
And they appear as brides in the ceremonial custom of the Night of
Kedre.

The sprigs of grapevine embrace each other like sweethearts,
And the brooks burst out in dance between the rocks,
Repeating the song of joy;
And the flowers bud suddenly from the heart of nature,
Like foam from the rich heart of the sea.

Come, my beloved; let us drink the last of Winter’s tears from the cupped lilies,
And soothe our spirits with the shower of notes from the birds,
And wander in exhilaration through the intoxicating breeze.

Let us sit by that rock, where violets hide;
Let us pursue their exchange of the sweetness of kisses.


Summer

Let us go into the fields, my beloved,
For the time of harvest approaches,
And the sun’s eyes are ripening the grain.
Let us tend the fruit of the earth,
As the spirit nourishes the grains of joy from the seeds of Love,sowed deep in our hearts.
Let us fill our bins with the products of nature,
As life fills so abundantly the domain of our hearts with her endless bounty.
Let us make the flowers our bed,
And the sky our blanket,
And rest our heads together upon pillows of soft hay.
Let us relax after the day’s toil, and listen to the provoking murmur of the brook.


Autumn

Let us go and gather grapes in the vineyard for the winepress,
And keep the wine in old vases,
As the spirit keeps Knowledge of the ages in eternal vessels.

Let us return to our dwelling,
For the wind has caused the yellow leaves to fall
And shroud the withering flowers that whisper elegy to Summer.
Come home, my eternal sweetheart,
For the birds have made pilgrimage to warmth
And lest the chilled prairies suffering pangs of solitude.
The jasmine and myrtle have no more tears.

Let us retreat, for the tired brook has ceased its song;
And the bubblesome springs are drained of their copious weeping;
And their cautious old hills have stored away their colourful garments.

Come, my beloved; Nature is justly weary
And is bidding her enthusiasm farewell
With quiet and contented melody.


Winter

Come close to me, oh companion of my full life;
Come close to me and let not Winter’s touch enter between us.
Sit by me before the hearth,
For fire is the only fruit of Winter.

Speak to me of the glory of your heart,
For that is greater than the shrieking elements beyond our door.
Bind the door and seal the transoms,
For the angry countenance of the heaven depresses my spirit,
And the face of our snow-laden fields makes my soul cry.

Feed the lamp with oil and let it not dim,
And place it by you,
So I can read with tears what your life with me has written upon your face.

Bring Autumn’s wine.
Let us drink and sing the song of remembrance to Spring’s carefree sowing,
And Summer’s watchful tending,
And Autumn’s reward in harvest.

Come close to me, oh beloved of my soul;
The fire is cooling and fleeing under the ashes.
Embrace me, for I fear loneliness;
The lamp is dim, and the wine which we pressed is closing our eyes.
Let us look upon each other before they are shut.
Find me with your arms and embrace me;
Let slumber then embrace our souls as one.
Kiss me, my beloved, for Winter has stolen all but our moving lips.

You are close by me, my Forever.
How deep and wide will be the ocean of Slumber,
And how recent was the dawn!

(A Tear and A Smile)

SONG OF THE RAIN - Khalil Gibran

SONG OF THE RAIN

I am dotted silver threads dropped from heaven by the gods.
Nature then takes me, to adorn her fields and valleys.

I am beautiful pearls,
Plucked from the crown of Ishtar by the daughter of Dawn to embellish the gardens.

When I cry the hills laugh;
When I humble myself the flowers rejoice;
When I bow, all things are elated.

The field and the cloud are lovers
And between them I am a messenger of mercy.
I quench the thirst of one;
I cure the ailment of the other.

The voice of thunder declares my arrival;
The rainbow announces my departure.
I am like earthly life,
Which begins at the feet of the mad elements
And ends under the upraised wings of death.

I emerge from the heard of the sea
Soar with the breeze.
When I see a field in need,
I descend and embrace the flowers and the trees in a million little ways.

I touch gently at the windows with my soft fingers,
And my announcement is a welcome song all can hear
But only the sensitive can understand.

The heat in the air gives birth to me,
But in turn I kill it,
As woman overcomes man with the strength she takes from him.

I am the sigh of the sea;
The laughter of the field;
The tears of heaven.

So with love –
Sighs from the deep sea of affection;
Laughter from the colourful field of the spirit;
Tears from the endless heaven of memories.


(A Tear and A Simle)

SONG OF FORTUNE - Kalil Gibran

SONG OF FORTUNE
Kahlil Gibran

Man and I are sweethearts
He craves me and I long for him,
But alas!
Between us has appeared a rival who brings us misery.
She is cruel and demanding,
Possessing empty lure.
Her name is Substance.
She follows wherever we go
And watches like a sentinel,
Bringing restlessness to my lover.

I ask for my beloved in the forest,
Under the trees, by the lakes.
I cannot find him,
For Substance has spirited him to the clamorous city
And placed him on the throne
Of quaking, metal riches.

I call for him with the voice of knowledge
And the song of Wisdom.
He does not hearken,
For Substance has enticed him into the dungeon
Of selfishness, where avarice dwells.

I seek him in the field of Contentment,
But I am alone,
For my rival has imprisoned him ,
I the cave of gluttony and greed,
And locked him there
With painful chains of gold.

I call to him at dawn, when Nature smiles,
But he does not hear,
For excess has laden his drugged eyes with sick slumber.

I beguile him at eventide, when Silence rules
And the flowers sleep.
But he responds not,
For his fear over what the morrow will bring shadows his thoughts.

He yearns to love me;
He asks for me in this own acts.
But he will find me not except in God’s acts.
He seeks me in the edifices of his glory
Which he has built upon the bones of others;
He whispers to me from among his heaps of gold and silver;
But he will find me only by coming to the house of Simplicity
Which God has built at the brink of the stream of affection.

He desires to kiss me before his coffers,
But his lips will never touch mine,
Except in the richness of the pure breeze.

He asks me to share with him his fabulous wealth,
But I will not forsake God’s fortune;
I will not cast off my cloak of beauty.

He seeks deceit for medium;
I seek only the medium of his heart.
He bruises his heart in his narrow cell;
I would enrich his heart with all my love.

My beloved has learned how to shriek and cry for my enemy, Substance;
I would teach him how to shed tears of affection
And mercy from the eyes of his soul
For all things,
And utter sighs of contentment through those tears.

Man is my sweetheart;
I want to belong to him.


(A Tear and A Smile)

Sajak Hujan Pertama | Isbedy Stiawan

Hujan Pertama
Isbedy Stiawan ZS

hujan yang pertama luruh
setelah berbulan-bulan kemarau - panjang –
tak juga membuat kota ini basah
seperti bibirmu berwarna gincu
merayu ia untuk berenang - sejenak –
melupakan letih, menarikan musafir

kota yang dikelilingi laut
perahu-perahu sandar
di mana pula bandar?
rumah-rumah malam terang
namun sepanjang trotoar tetap remang

dan kau turun sebagai hujan
dari rambutmu memancur air
dari bibirmu tercipta anaksungai
agar ia berteduh
melepas lenguh

- di sini tak perlu keluh -
hanya dengan 200 ribu
kau dapat berlabuh
sekadar menyegarkan pembuluh
di dalam kota tumpah angin
laut, - layar kapal mengembang –

jika takut masuk angin
merapatlah semakin ingin
hanya dengan 200 ribu,
katamu, ia akan berlayar
menembus laut hitam

kota-kota legam
dalam waktu yang diam
meninggalkan riuh
melambai pada sepi!
(kota ini kembali membawa
padanya ingatan
tentang persahabatan
dan perpisahan
tahun-tahun silam)

dan kini ia susuri
setiap nama jalan, gang,
ataupun lorong: mengingat
nomor-nomor rumah
yang kiranya sudah banyak berubah
dan lenyap oleh cuaca
kemarau tahun ini lebih lama

hujan yang pertama luruh
tak membuat kota ini basah
terdengar desah
ia makin gelisah!

makasar 9/2006


Beri Aku Cinta | Kata Kata Puisi Cinta

Beri Aku Cinta
Isbedy Stiawan ZS

beri aku cinta
akan kujadikan pedang
untuk mengasihimu
walau di ruang ini
kau ganas sekali
mencabik tubuhku
dengan sayapsayapmu

habis gairahku
hilang cintaku
: kukutuk diri
yang tak bisa balas
segala ganasmu

maka kuminta cinta
akan kujadikan pedang
untuk mengelus dirimu
sampai lenyap bayang
di benakku dari mana
para kasih tiba

2003-2005

Impian Siang | Isbedy Stiawan ZS

Impian Siang
Isbedy Stiawan ZS

akan ke mana siang ini
selagi matahari menyelinap
dan jalan terlihat berair,
keringat cair?

ke tempat itu lagikah
sepasang burung bersarang
atau mengitari luas kota
memilih tempat naung

melepas sayap murung
kota ini sudah terlalu riuh
tak lagi punya waktu
membangun sarang

atau sekadar canda
(apalagi mendaratkan
ciuman. Sayap-sayap luluh
udara kota melepuh
di seluas igau)

burung tak selamanya mengepak
udara sesekali meremang
jalan akan pula membentang
seperti waktu menyediakan jarak
: apakah diam di sini

mengeram masa datang?

09 Agustus 2005

Kenangan pada Juni | Isbedy Stiawan ZS

Kenangan pada Juni
Isbedy Stiawan ZS


sebuah hari pertengahan tahun
pada kalender merekah
kulingkarkan satu angka
yang mengingatkan
darah tumpah jadi sungai usia

lalu berpangkal di laut
mengayuhkan setiap kapal
melukis beribu peta
di mana aku pernah bersuara

hanya sesaat sebab hujan
kemudian menghapusnya
melenyapkan setiap peta
dan melempar kapal-kapal
ke batas kanal

di laut tiada yang abadi
betapapun aku bersikukuh
hendak mengekalkannya,
bisik setiap kapal
yang kini terdampar

tapi dulu aku selalu
membenci maut
menepis segala gaib
menghamba akal
dan kekal

dan setelah Juni berkabut
oleh hujan yang mengabut
hingga melepas lima
dalam kalender buram
tak lagi kudapati peta
yang dulu kaucipta untukku

selain setiap kapal
harus terdampar di kanal
jadi karat
dan sekarat

bahkan pantai suatu-waktu bisa surut
menggelaparkan lokan dan cumicumi
sehabis gelombang membuncah
ke dalam diri: mengelamkan usiaku

mengenang Juni
dan hujan menghapus
jejaknya di kalender
aku makin terbata
membaca peta sendiri

5 Juni 2006


Sajak Isbedy Stiawan ZS | Laut Akhir

Laut Akhir
Isbedy Stiawan ZS

sebagaimana laut punya akhir: pantai atau muara
dan pada selangkangan bakau,
segala pusat risau
resah dan gelisah di sematkan
tapi bulan ini, yang katamu,
lebih mulia dari seribu purnama
akankah memiliki akhir
mengalahkan umur?
sudah 48 kali purnama!
getar doa
malam-malam ganjil
iktikaf yang gigil
halaman lambung
yang selalu kosong
(ada juga dahaga
yang selalu dijaga)
sepanjang siang
akankah punya akhir?
tapi orang-orang dari jauh
mengenakan pakaian lusuh
membikin kota penuh
berdatangan dengan
kedua tangan selalu menadah
seperti ia faham
di bulan, yang katamu,
lebih mulia dari seribu purnama
banyak orang murah tangan
melemparkan sedekah
dari setiap tubuhnya
mengalirkan laut
langit merestui
penghuni langit turun
bersama sayap-sayap berkilau
hendak meminangmu
dan getar doa
juga tangan yang menadah
akan pula dibawa terbang
kau tahu ke mana akhir
segala pengembaraan
kalau tak ke taman-taman
yang dulu sekali ditinggalkan?
beri salam pada malaikat
sebelum laut sampai ke tepian
akhir segala perjalanan:
pantai atau muara,
juga pada selangkangan bakau:
segala pusat risau
untuk dilelapkan….
lalu pantai atau muara
akan membuka halaman
bagi sujudmu selepas subuh
sebelum matahari di kepalamu
benar-benar meluruhkan ubanmu
demikian laut punya akhir
bulan yang memancarkan
kemuliaan seribu purnama
tak henti pada pantai atau muara,
bahkan di selangkangan bakau
kau akan mekar
cahayamu menguar
melebihi tahun-tahun usia
getar doa
selalu memanggil-manggil

september-oktober 2006




Puisi Pagi Mekar | Isbedy Stiawan ZS

Pagi Mekar
Isbedy Stiawan ZS

PAGI mekar di kelopak matamu bagai ombak
selalu riang melepas rindu pada pantai
kenanglah perjalanan semalam yang membuatmu
tak mau pisah dari detak. dari kisah-kisah yang retak
lalu kau merapikan dan kembali merekatkan
jadi bangunan cinta: rumah bersama

KARENA rindu kautempuh pulau-pulau,
berjuta-juta mil yang terlipat dalam genggamanmu
lalu kauledakkan di dadanya

SETIAP waktu..

denpasar-yogya, juni 1998


Puisi Isbedy Stiawan ZS | Pantai Kuta

Pantai Kuta
Isbedy Stiawan ZS

mungkin kau akan tenggelam dan hanyut
ombak yang deras ini akan memagut
menghitung hari-hari
dengan jemari legam
sebelum selancar melarung
ke laut paling ulung
kecuplah pasir-pasir pantai
tubuh-tubuh yang telentang
mabuk yang tak kepalang
masuk ke dalam ingatan
entah pada hitungan ke berapa
kau akan kembali ke tepi pantai
atau tenggelam di dalam gulungan pasir
yang tiba-tiba meledak
lantakkan seluruh kota-surga
yang diimpikan dunia
dan ledakan itu
akan sampai ke tubuhmu
dan aku tak bisa pulang

kuta 1998/2002. lampung 2002


Kenangan | Sajak Ulang Tahun Yunis Kartika

KENANGAN
(Sajak Ulang Tahun Buat Sobatku Santi)

Yunis Kartika


Mentari belum lagi bersinar
belum lagi panasnya membakar
bukan syarat tuk memulai

seperti keyakinan
seperti tangan kita berpegangan
seperti saat mata bertatapan
tidak diperlukan kata "mulai"

1998


Puisi Tema Bencana Alam | Ladang Batu Sulaiman Juned

LADANG BATU
Karya: Sulaiman Juned

terlambat
mengeja tasbih di bibir
angkuh. Menyekap jejak tubuh
zikir-pikir meluruh Balai Losa berladang batu

terlambat
mengeja jiwa terluka di ujung
bulan. Kemana sembunyikan getir
durinya tertancap kulit-daging-hati rakyat PasieLaweh
Balai Losa jadi ladang batu-air dan lumpur.


terlambat
mengeja nama-Mu. Saksikan Balai Losa jadi ladang batu
pekik-tangis menyatu dalam gemuruh lahar dingin merapi
aku hanya mampu mengantar mawar biar sempurna segala kisah
Itulah kami ya Allah yang angkuh dan pongah
sering lupa jika sedang dirundung bahagia
hilang ingat jika sedang berpesta. Tak tahu diri
jika sedang berkuasa alpa melaut di sajadah
menjenguk wajah-Mu. Sekali lagi maafkanlah
(kita hanya debu ditelunjuk Alllah ya Allah).

Batusangkar, 5 April 2009


Catatan: Balai Losa (Bahasa Minang = Pekan Selasa).
Merupakan sebuah pasar tradisional yang berada di Nagari Pasie Laweh, Kecamatan Sungai Tarab, Kabupaten Tanah Datar yang sekarang di timbun oleh pasca longsor.



TARIAN BULAN - Sulaiman Juned

TARIAN BULAN
Sulaiman Juned

langit menangis
renyah. Galau bulan
mandi di danau. Gerimis menari-nari
angin jalang memekatkan jiwa
rupa hilang dalam kelam waktu.

langit menangis
rinai .Risau bulan
mengeram di danau. Tarian sukma
memabukkan bintang selepas bertarung menempuh
badai, aku sempatkan menjenguk rumah
(Tuhan, senyap-sepi dalam keramaian)

-Malalo, 2009-

Syair Puisi Islami - Ibrahim bin Adham

TAWAKAL KEPADA ALLAH
Ibrahim bin Adham
(w. 161 H/778 M)

Saya adalah orang yang memuji
Saya adalah orang yang bersyukur
Saya adalah orang yang ingat
Saya adalah orang yang lapar
Saya adalah orang yang kehilangan
Saya adalah orang yang telanjang
Terhadap yang enam
Saya menjamin separuhnya
Jadilah (orang) yang menjamin separuhnya

Wahat Zat Pencipta
Memuji kepada selain-Mu
Adalah jilatan api neraka
Yang telah Kau panaskan
Selamatkanlah orang yang selalu menyembah-Mu
Dari masuk neraka

Neraka di sampingku
Seperti sebuah pertanyaan
Apakah Engkau Tahu
bahwa Engkau tidak memaksaku
Masuk neraka.


Sumber : Hidup Bahagia Cara Sufi
Kumpulan Karya Puisi

Syair Puisi Ketuhanan | Abu Hamzah al-Kharrasani

TAWAKAL KEPADA ALLAH
Abu Hamzah al-Kharrasani
(w. 290 H/903 M)


Kutampakkan kepada-Mu rasa takut
Yang telah kusempurnakan
Hariku menampakkan sesuatu
Yang diucapkan oleh mataku

Rasa maluku telah melarangku dari-Mu
Untuk menyembunyikan keinginan
Dan Engkau memberikan pemahaman
Dengan terungkapnya sesuatu

Engkau telah mempermudah urusanku
Lantas Engkau tumpahkan
Kedua orang yang menyaksikan kesamaranku
Oleh karena itu
Kelemah-lembutan akan diperoleh
Dengan kelemah-lembutan

Engkau telah memperlihatkan diriku
Sesuatu yang samar
Seakan-akan Engkau
Memberikan kabar kepadaku
Dengan sesuatu yang samar
Bahwa Engkau berada dalam kebahagiaan

Saya dapat melihat-Mu dan diriku
Karea kehebatanku takut kepada-Mu
Engkau menggembirakan diriku
Dengan lemah lembut dan cinta kasih

Kau hidupkan orang yang cinta
Sedangkan Engkau mencintai kematian
Alangkah herannya eksistensi kehidupan
Yang terpaut dengan kematian.


Sumber : Hidup Bahagia Cara Sufi



FITRI ASVIANA - DETAK DALAM DETIK TERAKHIRKU

Detak dalam Detik Terakhirku

di kala itu...
detik dalam detak jantung ku
bagai senja menyongsong malam
dalam gelap yang kian tercengang dalam deburan waktu

detak itu berpadu dalam dentingan waktu
yang kian merongong setiap sendi yang terajam dengan eloknya
detik ku ini mungkin kan jadi detik yang terakhir
tanpa ada alasan tuk dapat kembali dalam aungan tinta

detak ku pun berakhir sampai disini
tanpa dapat sedetik pun tuk tersadar
bahwa detak ku

Kiriman : Fitri Aviana


Share








BIOGRAFI MUHAMMAD IQBAL

BIOGRAFI MUHAMMAD IQBAL

LAHIR di Sialkot, Punjab, 9 November 1877. la menyelesaikan pendidikan dasar di sana. Pada 1895 is pindah ke Lahore, melanjutkan pendidikan. la belajar di Government College dan memperoleh gelar MA pada 1899. Pada 1905, atas anjuran Sir Thomas Arnold yang pernah mengajarnya di Government College, lqbal melanjutkan studi di Inggris. la pun masuk ke Trinity College, Cambridge, dan mencurahkan banyak perhatian filsafat di bawah naungan Mc Taggart. la lulus dari Cambridge pada 1907. ia pun mempelajari hukum sebagai anggota "Lincoln' Inn", menempuh ujian pada 1907, dan diberi izin praktek sebagai advokat pada Juni 1908. Pada 1908 pula ia mendapat gelar Ph.D. dari Universitas Munchen, Jerman, dengan tesis, "Perkembangan Metafisika di Persia".

Tak lama setelah itu Iqbal kembali ke Lahore, menjadi pengacara di samping mengajar di Government College. Namun akhirnya is mengundurkan diri dari Government College, lalu bergiat di bidang politik. Pada 1926 ia terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Daerah di Punjab. Pada 1930 ia pun terpilih sebagai Ketua Liga Muslim. Ketika itu ia mengajukan saran untuk membentuk negara Islam yang terpisah dari India dan diberi nama Pakistan. Nama Pakistan disambut baik dalam resolusi Liga Muslim yang bersidang di Lahore pada 23 Maret 1940. Di bidang politik Iqbal adalah kawan dan pembantu setia Muhammad Ali Jinnah yang kemudian menjadi presiden pertama Pakistan.

Pada 1934 kesehatan Iqbal mulai menurun karena penyakit jantung, setelah sembuh dari penyakit ginjal yang dideritanya sejak 1924.

Iqbal mulai menulis puisi ketika masih belajar di Sialkot. Kegiatannya di bidang sastera mendapat bimbingan dari Dagh, penyair Urdu terkenal. Karya-karya Iqbal yang terdahulu antara lain Shikwa dan jawab-i Shikwa, yang ia tulis di Lahore sekembalinya dari Inggris. Pada 1905 terbit karyanya yang terpenting, Asrar-i Khudi (Rahasia Diri), yang disusul Rumuz-i Bekhudi (Misteri Kediarian) pada 1908 dan Javid-namah (Kitab Keabadian) pada 1932. Ketiganya ditulis dalam bahasa Parsi dan dapat dipandang sebagai trilogi tentang "The Self" (diri atau pribadi manusia). Karya-karyanya yang lain adalah Bang-i Dara (dalam bahasa Urdu), yang terbit pada 1924, dan Zabur-i Ajam (dalam bahasa Parsi) yang terbit pada 1926. la juga menulis Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur) sebagai jawaban atas karya Goethe, pujangga Jerman, yang muncul seabad sebelumnya: Divan. Sedangkan Armughan-i Hijaz (Anugerah dari Hejaz) adalah
himpunan karyanya yang terakhir berupa sajak-sajak Parsi dan Urdu.

PUISI JEIHAN UNTUK RAMADHAN KH

RAMADHAN KH
Jeihan

Dulu 1969
kau jenguk aku dalam papa
lalu kita sering bertemu
bicara mata hati mata hati
saling mengerti
mencari makna
akhirnya kita tahu kita tak tahu

Lama kita tak bertemu

Kini 2001
kau jenguk lagi aku dalam suka
lalu kau berkata "kegembiraan"
aku tercenung haru
tafakur: dulu, kini, kelak
ruang dan waktu berlalu
kita tetap sahabat; Insya Allah

Bandung, 3/8/2001


Sumber : Buku Ramadhan KH Tiga Seperempat Abad


PUISI SITOR SITUMORANG UNTUK RAMADHAN KH

TAMASYA BATU-BATU KARANG LEMBAH
(Upacara)

untuk Atun di usia 75 (Atun - nama kecil Ramadhan KH)

ini aku datang lagi ziarah
tertegun menatap dari lereng lembah
melayangkan pandang khayal batu-batu karang
melayangkan pandang khayal batu-batu karang
aral melintang sekujur dasarnya membentang

tamasya jagadraya (masih wacana)
lukisan citra sang arsitek borobudur yang baka
lantuman lagu panen abadi
yang memadukan hidup dan mati

sambil sadar-aku ke jakarta akan kembali
(lagi pula) rindu Paris bisa bangkit lagi
sambil terangkat hanyut irama tarian puak
saat tubuhku seluruh mengirup serempak

baubauan panen semesta
menuju jagadraya


Sumber : Buku Ramadhan KH - Tiga Perempat Abad
Karya Puisi

Cinta Adalah Anugerah | Cinta Menurut Jalaluddin Rumi

CINTA ADALAH ANUGERAH
Jalaluddin Rumi (1207-1273)



Menurut Rumi, cinta adalah hasrat dan kebutuhan. Meski esensi Tuhan tak mengenal kebutuhan, tetapi dalam sifat-sifat-Nya Dia berkata: "Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan dunia" , seperti halnya cinta-Nya kepada para nabi dan berkata: "Jika bukan karena engkau tidak akan Kuciptakan surga".

Cinta Tuhan mengejawantahkan Perbendaharaan Yang Tersembunyi melalui diri para nabi dan orang-orang suci yang menjadi motivasi bagi penciptaan alam semesta itu. Hasilnya cinta mengalir ke seluruh urat nadi dunia. Semua perbuatan dan gerakan berasal dari cinta, bentuk-bentuk dunia adalah pantulan-pantulan realitasnya. Rumi menulis:


"Makhluk-makhluk bergerak karena cinta, cinta oleh keabadian tanpa permulaan: angin menari-nari karena semesta, pohon-pohon disebabkan oleh angin.

Tuhan berkata pada cinta, Jika bukan karena keindahanmu, untuk apa Aku meski menatap pada cermin eksistensi?

Dunia bagaikan sebuah cermin yang memantulkan kesempurnaan cinta. Oh kawan! Siapakah yang pernah melihat bagian lebih besar dari keseluruhan?

Cinta adalah inti, dunia adalah kulit, cinta adalah manisan, dunia adalah panci.

Seperti Adam dan Hawa, cinta melahirkan seribu bentuk, dunia penuh dengan lukisan, tetapi tidak memiliki bentuk.

Oh cinta yang memiliki seribu nama dan sebuah mangkuk anggur yang manis! Oh engkau yang diberkati dengan seribu kemampuan!

Oh Satu yang tanpa bentuk dengan seribu bentuk! Oh Pemberi bentuk bagi Turki, Yunani dan Ethiopia!

Cinta membelah semesta menjadi seratus, ia menggenggam bumi dengan kuat.

Cinta sejati berpasangan dengan Muhammad-demi dia Tuhan berkata padanya: "Jika bukan karena engkau..."

Karena dialah tujuan cinta yang tiada duanya, Tuhan memuliakannya di atas semua nabi.

Kecuali karena cinta sejati, haruskah Aku memberi wujud bagi langit?

Aku gerakan roda langit, sehingga engkau memahami kedahsyatan cinta.

Langit berputar karena para pecinta, roda berputar demi cinta.

Bukan karena tukang roti atau pandai besi, juga bukan karena tukang kayu atau ahli obat.

Langit berputar mengelilingi cinta: Menjulang, maka kita dapat mendaki!

Perhatikan, "Jika bukan karena engkau, tidak akan Kuciptakan...". Apa yang Dia katakan? Muhammad adalah cinta pilihan-Ku.

Karena waktu kita berkisaran di sekitar cinta. Sampai kapankah kita akan mengelilingi sampah ini?"


"Kebijaksanaan Tuhan dalam maksud dan titahNya telah menjadikan kita sebagai para pecinta satu dengan yang lainnya.

Takdir telah menetapkan segalanya berpasang-pasangan di dunia ini dan menempatkan mereka dalam cinta dengan pasangan masing-masing.

Setiap bagian dunia berhasrat terhadap pasangannya, seperti sawo dan jerami.

Langit berkata kepada bumi: Kau mendekat padaku bagai besi dengan magnet.

Perempuan berhasrat pada laki-laki, sehingga mereka dapat menyempurnakan pekerjaan masing-masing.

Tuhan meletakkan hasrat dalam laki-laki dan perempuan, sehingga mereka menemukan hidup dalam penyatuan mereka.

Dia menempatkan hasrat pada masing-masing dan kemenyatuan mereka membuahkan keturunan.

Seratus ribu ular dan semut, seratus ribu pemakan makanan mereka sehari-hari-masing-masing mencari bagian, masing-masing memiliki kesusahannya sendiri-sendiri.

Oh, setiap buah yang berbeda berpaut pada ranting, setiap mangkuk anggur yang berbeda, memabukkan kita dan menjadikan kita bahan ejekan.

Di balik selubung dua ratus wanita menggores pipi-pipi mereka dan membentur-benturkan kepala mereka, setiap janda berasal dari bukan pasangannya.

Kail seorang pengail menancap pada mulut setiap ikan-seseorang berteriak, `Oh sayang', yang lain, 'Betapa eloknya'.

Jibril menari-nari karena cintanya pada keindahan Tuhan, ifrit karena cintanya pada setan betina.

Setiap orang dijadikan untuk satu tugas tertentu, hasrat padanya disemayamkan dalam hati.

Mungkinkah tangan dan kaki bergerak tanpa hasrat? Mungkinkah ranting dan dedaunan bergerak tanpa angin?

Raja membisikkan kata-kata di telinga setiap orang-kepada setiap roh Dia memberi pesan yang berbeda-beda.

Perang di tengah-tengah makhluk, kebencian di tengah-tengah kehidupan-Dia meletakkannya dalam setiap keadaan: Adalah teman yang baik!

Dia berbicara manis dan mengalirkan kata-kata pada bunga dan menjadikannya tertawa, Dia menjadikannya sudut lembut pada kabut dan membasahi matanya.

Dia berkata pada bunga, 'Perayaan adalah yang terbaik'. Dia berkata pada kabut, 'Menangis adalah yang terbaik'. Tiada seorang pun menerima nasihat orang lain.

Dia berkata pada cabang, `Menarilah; pada dedaunan, `Bertepuklah; pada langit, 'Berputarlah mengelilingi rumah bumi yang besar ini'.


Sumber : Hidup Bahagia Cara Sufi
Kumpulan Karya Puisi

Prosa Puisi Tentang Perkawinan | Kahlil Gibran

Perkawinan
Kahlil Gibran

Di situlah Cinta mulai menerjemahkan prosa Kehidupan ke dalam himne dan lagu pujian, dengan musik yang digubah oleh malam, dan dinyanyikan oleh pagi. Di sini Cinta menyingkapkan cadar, dan menerangi lekuk-lekuk hati, menciptakan puncak kebahagiaan kala sukma menyembah Tuhan.

Perkawinan merupakan persatuan dua keilahian, sehingga yang ke tiga dapat lahir di dunia. Itulah persatuan dua jiwa dalam kekuatan cita guna melebur keterpisahan. Itulah persatuan yang lebih luhur, yang mempersenyawakan perbedaan dua jiwa. Itulah cincin emas yang berwujud rantai, dengan pangkal berupa kilauan dan ujung berupa Keabadian. Itulah hujan air murni yang jatuh dari langit kudus, guna menyuburkan dan memberkahi ladang-ladang Alam Ilahi.

Karena pandang pertama dari mata kekasih bagaikan benih yang ditaburkan ke dalam hati manusia, dan ciuman pertama dari bibimya laksana bunga dari dahan pohon Kehidupan, maka persatuan dua orang kekasih dalam perkawinan merupakan buah pertama dari kembang pertama benih itu.


Sumber : Suara Sang Guru (Kahlil Gibran)


Share


Makna Ciuman Pertama | Kahlil Gibran

Ciuman Pertama
Kahlil Gibran

Itulah sesapan pertama dari piala yang diisi bidadari dengan madu bunga Kehidupan. Itulah garis pemisah antara Keraguan yang menghibur jiwa dan menyedihkan hati, dengan Takdir yang melimpahi kalbu penuh kebahagiaan. Itulah awal nyanyian Kehidupan dan adegan pertama dalam lakon Insan Kamil. Itulah ikatan yang menghubungkan keasingan masa lalu dengan kegemilangan masa depan, penjalin antara keheningan perasaan dan nyanyiannya. Itulah kata yang diucapkan oleh dua pasang bibir yang menyebut singgasana hati, Cinta sebagai raja, dan kebenaran sebagai mahkota. Itulah sentuhan lembut jari-jari halus angin sepoi pada bibir mawar - yang menapaskan desah panjang kelegaan dan rintihan yang manis.

Itulah awal embusan ajaib yang melantunkan para kekasih dari alam benda dan matra ke dalam dunia impian dan wahyu.

Itulah persatuan dua kembang harum, dan persenyawaan wangi menuju terciptanya jiwa ke tiga.

Karena pandang pertama seperti benih yang ditaburkan oleh bidadari di ladang kalbu, maka ciuman pertama merupakan kembang pertama pada pucuk dahan Pohon Kehidupan.


Sumber : Suara Sang Guru (Kahlil Gibran)


Share


Arti Pandangan Pertama | Kahlil Gibran

Pandang Pertama
Kahlil Gibran

SAATLAH yang memisahkan garis mabuk Hidup dari kesadaran. Nyala pertamalah yang menerangi wilayah dalam kalbu. Nada gaib pertamalah yang terpetik dari dawai perak hati. Saat sekilas itulah yang membuka risalah sejarah di depan mata jiwa, dan mengungkapkan segala perbuatan malam dan karya kesadaran. Maka terbukalah rahasia Keabadian masa depan. Itulah benih yang dijatuhkan oleh Ishtar, dewi Cinta, dan ditaburkan oleh kekasih di ladang Cinta, ditumbuhkan oleh kasih-sayang, dan dipanen oleh Sukma.

Pandang pertama mata kekasih bagaikan gairah yang beriak pada permukaan air, melahirkan langit dan bumi ketika Tuhan berfirman, "Jadilah, maka terjadilah."


Sumber : Suara Sang Guru (Kahlil Gibran)


Share



SAJAK BAHASA SUNDA | HIJI DUNYA

HIJI DUNYA
Etti R.S.

Kuring hayang cicing di hiji dunya
dina kasatiaan laut jeung katiginan langit;
nu surti nampa cinyusu jeung kolomberan,
nu ayem kasaput mega jeung reueuk
antara ombak rohaka jeung hiliwir angin
saestuna aya geter angen-angen
ari mega hideung jeung gumilang bentang
tepung dina ringkang jeung kahayang

Kuring hayang cicing di hiji dunya
dina kaihlasan tur kaasih bumi;
nu nebarkeun sugrining binih tutuwuhan,
nu sadrah nadah sarwaning tapak
antara kuring jeung tutuwuhan
saestuna ukur nganti kaasih Pangeran
antara kuring jeung pirang-pirang tapak
tepung 'na pirang-pirang talajak

Kuring hayang cicing di hiji dunya
nu ngagumulungkeun bentang, ombak, jeung tapak
kuring hayang cicing di hiji dunya
samemeh nohonan panggupay Anjeunna

Bandung Kaler, Oktober 1999

Kumpulan Syair Kehidupan | Abu Hamzah & Ibrahim bin Adham

TAWAKAL KEPADA ALLAH
Abu Hamzah al-Kharrasani
(w. 290 H/903 M)

Kutampakkan kepada-Mu rasa takut
Yang telah kusempurnakan
Hariku menampakkan sesuatu
Yang diucapkan oleh mataku

Rasa maluku telah melarangku dari-Mu
Untuk menyembunyikan keinginan
Dan Engkau memberikan pemahaman
Dengan terungkapnya sesuatu

Engkau telah mempermudah urusanku
Lantas Engkau tumpahkan
Kedua orang yang menyaksikan kesamaranku
Oleh karena itu
Kelemah-lembutan akan diperoleh
Dengan kelemah-lembutan

Engkau telah memperlihatkan diriku
Sesuatu yang samar
Seakan-akan Engkau
Memberikan kabar kepadaku
Dengan sesuatu yang samar
Bahwa Engkau berada dalam kebahagiaan

Saya dapat melihat-Mu dan diriku
Karea kehebatanku takut kepada-Mu
Engkau menggembirakan diriku
Dengan lemah lembut dan cinta kasih

Kau hidupkan orang yang cinta
Sedangkan Engkau mencintai kematian
Alangkah herannya eksistensi kehidupan
Yang terpaut dengan kematian.




Ibrahim bin Adham
(w. 161 H/778 M)

Saya adalah orang yang memuji
Saya adalah orang yang bersyukur
Saya adalah orang yang ingat
Saya adalah orang yang lapar
Saya adalah orang yang kehilangan
Saya adalah orang yang telanjang
Terhadap yang enam
Saya menjamin separuhnya
Jadilah (orang) yang menjamin separuhnya

Wahat Zat Pencipta
Memuji kepada selain-Mu
Adalah jilatan api neraka
Yang telah Kau panaskan
Selamatkanlah orang yang selalu menyembah-Mu
Dari masuk neraka

Neraka di sampingku
Seperti sebuah pertanyaan
Apakah Engkau Tahu
bahwa Engkau tidak memaksaku
Masuk neraka.

Sumber : Hidup Bahagia Cara Sufi

Puisi Kemerdekaan | Puisi Tentang Kemerdekaan

ATAS KEMERDEKAAN
Oleh : sapardi Djoko Damono

kita berkata : jadilah
dan kemerdekaan pun jadilah bagai laut
di atasnya : langit dan badai tak henti-henti
di tepinya cakrawala
terjerat juga akhirnya
kita, kemudian adalah sibuk
mengusut rahasia angka-angka
sebelum Hari yang ketujuh tiba
sebelum kita ciptakan pula Firdaus
dari segenap mimpi kita
sementara seekor ular melilit pohon itu :
inilah kemerdekaan itu, nikmatkanlah




JAWABAN DARI POS TERDEPAN
Taufiq Ismail

Kami telah menerima surat saudara
Dan sangat paham akan isinya
Tetapi tentang pasal penyerahan
Itu adalah suatu penghinaan


Konvoi sejam lamanya menderu
Di kota. Api kavaleri memancar-mancar
Di roda-rantai dan aspal

Angin meniup dalam panas dan abu
Abu baja. Nyala yang menggeletar-geletar
Sepanjang suara


Kami yang bertahan
Beberapa ratus meter jauhnya
Bukanlah serdadu-serdadu bayaran
Atau terpaksa berperang karena pemerintahan


Kebebasan manusia di atas buminya
Adalah penyebab hadir pasukan ini
Dan pasukan-pasukan lainnya

Impian akan harga kemerdekaan manusia
mengumpulkan seorang tukang cukur, penanam-penanam sayur
gembala-gembala, (semua buta huruf) kecuali dua anak SMT
sopir taksi dan seorang mahasiswa kedokteran
dalam pasukan
di pos terdepan ini

Terik dan lengang dipandang tak bertuan
Abu naik perlahan dari bumi
Bumi yang telah diungsikan

Guruh dari jauh, konvoi menderu
Suara panser dan tank-tank kecil
Mengacukan senjata-senjata baru

Kami tidak punya batalion paratroop
Cadangan sulfa, apalagi mustang dan lapis-baja
Kami hanya memiliki karaben-karaben tua
Bahkan bambu pedesaan, ujungnya diruncingkan

Pasukan ini tak bicara dalam bahasa akademi militer
Tidak juga memiliki pengalaman perang dunia
Tetapi untuk kecintaan akan kebebasan manusia
Di atas buminya
Pasukan ini sudah menetapkan harganya

Sebentar lagi malampun akan turun
membawa kesepian ajal adalam gurun


Tidakkah engkau bisa menempatkan diri
sebentar, di tempat kami
Memikirkan bahwa ibumu tua diungsikan
tersaruk-saruk berjalan kaki
Setelah rumah-rumah di kampungmu dibakari
setelah adik kandungmu ditembak mati

Adakah demi lain, yang mengatasi
demi kemanusiaan ?
Adakah ?

Di seberang sini berjaga pengawalan
Tanpa gardu dan kemah, berbaju lusuh dalam semak
Dialah yang terdepan dengan sepucuk Lee & Field
Dialah huruf pertama dari Republik


Indonesia,
Th XV, No. 2
17 Agustus 1965
Sajak-sajak Perjuangan dan Nyanyian Tanah Air




INGIN KUSUARAKAN
Isbedy Stiawan ZS

ingin kusuarakan apa saja di sini, tapi angin punya
telinga dan kata-kata. bahkan lampu-lampu taman ini
akan merekam dan menyuarakan kembali dengan bahasa
lain. lalu dinding memagar tubuhku,
kesepian yang mendekam!

ingin kumerdekakan apa saja di sini, tapi burung
tak punya lagi sarang yang tenteram. pohon-pohon telah
memburu kota demi kota, mengubah ketenteraman jadi
kegaduhan, dan asap yang dimuntahkan beribu
cerobong pabrik adalah oksigenku setiap detik. aku
merokok limbah serta mengunyah beton!

ingin kutulis apa saja di sini, tapi koran tak lagi
punya suara. seribu iklan memadati halaman
demi halamannya, seperti gula-gula yang dikunyah
anak-anakku. aku hanya membaca bahasa angin di sana
kemudian meliuk di balik bendera setengah tiang.
kemudian hening…

ingin kusuarakan kembali kemerdekaan di sini, tanpa
granat dan senapan. ingin kuteriakkan penderitaan
burung yang kehilangan kebebasan terbang. hingga
di udara yang terbuka tak akan ada lagi kecemasan-kecemasan

1994




PERNYATAAN
Wing Kardjo

Baris-baris sajak yang kutuliskan
ialah gema dari segala cinta
padamu, kata-kata mengalir
dari sayap penyair.

Garis keprcayaan yang kami peluk ialah
kemerdekaan yang tak kenal takluk,
senantiasa siap membendung bencana
menyelamatkan jembatan kencana.

Baris-baris kehormatan yang kami
jaga ialah keutuhan
harga manusia

di mana dusta dan mulut neraka
tak punya hak menyebut-
nyebut surga!


Kumpulan Puisi Wing Kardjo - Fragmen Malam Setumpuk Soneta "Sajak"




KEMERDEKAAN SEMU
Basilius Andreas Gas

Kemerdekaan semu menghinggap
Bukan diraih karena tetes perjuangan
Dengan motto "Sampai Titik Darah Penghabisan"
Atau gelora pembangkit semangat "Rawe-rawe
rantas, malang-malang putung"
Entah benar atau tidak ejaan pun ku tak tahu

Kemerdekaan semu dirasa
Bukan karena ingin bebas dari belenggu jajahan
Tapi karena merasa lebih bebas
Entah mengapa...

Bebaskah?
Kemerdekaan...
Yah, itulah istilah yang kuguna
Kemerdekaan yang sebenarnya memalukan
Kemerdekaan yang sebenarnya tak boleh kuulang
Kemerdekaan yang bisa keblabasan

2005

Puisi Perjumpaan dan Perpisahan

ESOK FAJAR KITA BERTEMU
Isbedy Stiawan ZS

tapi,
selain rindu aku ingin
pula jumpa. di paling
depan aku menunggu
berita yang lain
ihwal kembalinya adam
jumpa hawa setelah
bertahun-tahun
mengembara

sehabis perpisahan
usai perang itu
di sini,
kulihat kau jalan sendiri
menembus halaman sepi
usai hari kematian
di bawah guyur hujan
tanpa payung
dan,
aku berlari memburumu
cari perteduhan
tapi di halaman kosong ini
mana rumah singgah
kenapa tiada pohon rindang?
bagai merpati
hilang kekasih
kukepakkan sayapku
menuju belantara
mungkin esok fajar
kembali kita bertemu
dengan nama yang lain
juga asing
mungkin

Januari-Maret 2005




SEBARIS PANTAI
Isbedy Stiawan ZS

mungkin ini pertemuan terakhir
usai sebaris pantai kau jejaki
dalam lembar kertas itu
lalu ombak kembali
ke dalam dunianya
mungkin melepas
rahasia pertemuan
atau merayakan perpisahan
di tubuh mahalaut
bermahkota rumput
dan duduk di kursi
membayangkan sebagai
pengantin atau raja
yang menitah pantai
jadi barisbaris puisi
di sini aku membacanya
dengan lidah terpotong

2 November 2003

PUISI MALAM | Kumpulan Puisi Tentang Malam

MALAM
Chairil Anwar

Mulai kelam
belum buntu malam
kami masih berjaga
–Thermopylae?-
- jagal tidak dikenal ? -
tapi nanti
sebelum siang membentang
kami sudah tenggelam hilang

Zaman Baru,
No. 11-12
20-30 Agustus 1957



MALAM
Kuntowijoyo

Bayang-bayang bumi
Memalingkan tubuh
Memejam lelah
Meletakkan beban ke tanah

Maka malam pun turun
Memaksa kucing putih
Mengeong di pojok rumah
Memanggil pungguk
Yang sanggup mengundang bulan

Karena hari sedang istirahat
Di ladang angin mengendap
Tidur bersama ibu bumi
Dari kasih mereka
Ilalang berisik
Ditingkah suara jangkrik
Di sungai, air
Pelan-pelan
Melanda pasir

Justru pada tengah malam
Rahasia diungkapkan.



MALAM DI PEGUNUNGAN
Chairil Anwar

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin,
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan?
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin:
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan!

1947



MALAM JAHAT
Ws. Rendra

Malam dengan langit tanpa buahan
dan suara itu bukanlah angin puputan
tersebar ratapan perempuan sial
bagai merayap di atas jalan yang kekal.

Lelaki keluar ambang sendirian
burung hitam banyak hinggapan
sekali melangkah kakinya besi
dituruti jalan sangsi yang abadi.

PUISI PAGI | Kumpulan Puisi Bertema Pagi Hari

GERIMIS PAGI INI
Korrie Layun Rampan

Gerimis pagi ini
Adalah gerimis tangis zaman
Ketika sekawanan burung luka
Mencakar tangkai jantung derita

Gerimis pagi ini
Adalah gerimis tangis insani
Karena rahang-rahang kemerdekaan
Disekap moncong-moncong pertikaian
Dan tersumpal luka yang tak kunjung tersembuhkan

Gerimis pagi ini
Adalah gerimis tangis kita
Karena di tengah kelu dan borok dunia
Tuhan tetap mengulurkan berjuta sauh cinta

1974

Kumpulan Puisi Suara Kesunyian "Lagu Impian"



PAGI CERITA YANG LAIN
Isbedy Stiawan ZS

hendak pergi ke mana lagi pagi ini
dengan pakaianmu warna-warni?
hujan belum reda,
tanah basah,
cuaca kabut
dan anak-anak masih berselimut
mungkin masih ingin meneruskan
mimpinya. dengkurnya,
aduhai, seperti dalam
pelukan bunda…
rambutmu yang rapi
alismu bagai pelangi
dan bibirmu berwarna hati
seperti hendak menahan hujan

lalu langkahmu ingin mengayun
“hello…”
pintu mulai terkuak
anak-anak berdahak
(ah, tidak!
Mereka mendengkur
Memeluk kembali mimpi
yang sempat terhenti)
tapi,
tanah masih basah,
cuaca berkabut
dan rambutmu yang rapi
menggegas pagi
hendak pergi ke mana lagi pagi ini
dengan pakaianmu warna-warni?
--lalu aku cuma menatapmu berlalu
seperti pagi tak berkabut,
tanah garing—dan
senja kelak kau pulang
hati berang:
pakaianmu basah
suaramu mendesah
“jangan tegur,
aku letih!”
ah,
anak-anak menutup rapat
tubuhnya dengan selimut
di luar cuaca makin berkabut
dan pohon sewarna lumut

Maret-April, 2005




PAGI-PAGI DI BINAMUDA
Dadan Dania DK

Masih pagi,
ketika datang dirimu di senggang fana
ujung kerudungmu melambai seiring gontai
tertunduk wajah mengeja langkah
tengadah di beranda kelas
anggun wajahmu mengayun tatap
terbata mataku di matamu.

Masih pagi,
ketika datang dirimu di luang rasa
kini kueja langkahmu pelan
hingga lumat ditelan lalang dan lolong.

Masih pagi,
ketika kau lewat dan aku terjerat.

Cicalengka, 1397H




PERISTIWA PAGI TADI
Oleh : sapardi Djoko Damono

Pagi tadi seorang sopir oplet bercerita kepada pesuruh kantor
tentang lelaki yang terlanggar motor waktu menyeberang.

Siang tadi pesuruh kantor bercerita kepada tukang warung
tentang sahabatmu yang terlanggar motor waktu menyeberang,
membentur aspal, Ialu beramai-ramai diangkat ke tepi jalan.

Sore tadi tukang warung bercerita kepadamu
tentang aku yang terlanggar motor waktu menyeberang,
membentur aspal, lalu diangkat beramai-ramai ke tepi jalan
dan menunggu setengah jam sebelum dijemput ambulans
dan meninggal sesampai di rumah sakit.
Malam ini kau ingin sekali bercerita padaku
tentang peristiwa itu.

CINTA TAK BERKASTA by Sun Hadi


CINTA TAK BERKASTA
Sun Hadi

Cinta adalah anugerah Yang Kuasa
Tanpa cinta hiduppun akan hampa
Karena cinta engkau akan tertawa
Karena cinta engkau akan berduka

Hidupmu akan tampak warna
Menghiasi setiap langkah dunia
Senyumpun terbalas karenanya
Semua itu ada karena rasa cinta

Namun cinta tidak mengenal kasta
Siapapun berhak atas kasih mereka
Tuk membuang segala duka dan lara
Meraih segala asa agar hidup bahagia

Cinta adalah hak asasi manusia
Yang akan tumbuh dan terus ada
Dalam jiwa mereka yang bernyawa
Agar hidup kian terasa bermakna

Wahai tiap jiwa yang memiliki cinta
Biarkanlah cinta tumbuh sempurna
Dalam hatimu yang suci tak bernoda
Dan bawalah cinta dengan segala rasa

Cintailah mereka dengan sepatutnya
Jangan kau pandang kasta dan tahta
Biarkan dia berlabuh pada tempatnya
Biarlah dia kan tumbuh dan berbunga

Wangi dunia kan terasa karena cinta
Kedamaian bumi pun akan tercipta
Kebahagiaan itu akan makin terasa
Dalam nuansa Cinta penuh makna


Karya : AnakAngon
Kiriman : sun hadi
(Dibuat pada hari Minggu, tanggal 09 Mei 2010)



Puisi Prosa Romantis Cinta dan Remaja | Kahlil Gibran

CINTA DAN REMAJA
Kahlil Gibran

SEORANG pemuda di kala fajar Kehidupan duduk di meja dalam rumah yang sunyi. Sekali-sekali ia memandang lewat jendela langit yang bertaburkan bintang-bintang kemilau, lalu memandang lukisan gadis yang dipegangnya. Garis-garis dan warnanya menunjukkan karya seniman: Yang menimbulkan citra tersendiri dalam hati remaja itu, yang mengungkapkan rahasia Dunia keajaiban Abadi.

Rona lukisan wanita itu merasuk ke dalam sanubari pemuda itu; maka saat itu indera pendengarannya dapat menangkap dan memahami bahasa roh yang hadir di ruangan itu, dan hatinya membara disulut cinta.
Berjam-jam telah lewat, seakan-akan hanya sesaat mimpi indah, atau setahun pula dalam hidup Keabadian.

Pemuda itu meletakkan lukisan itu di depannya, lantas mengambil pena, mencurahkan perasaannya pada kertas:

"Kekasih: Kebenaran Agung yang menguasai Alam, tak dapat disampaikan dari satu insan ke insan lain melalui kata-kata manusia. Kebenaran memilih kesunyian untuk mengantarkan pengertian tentang kebenaran itu kepada jiwa- jiwa yang dicintainya.

Aku tahu, keheningan malam merupakan duta paling utama antara dua hati, karena mengandung amanat Cinta dan melafaskan kidung suci hati kita. Bila Tuhan yang menyaksikan jiwa kita terpenjara dalam raga, ternyata Cinta membuatku terpenjara oleh kata-kata dan ucapan.

Mereka berkata,'O, Kekasih, Cinta adalah nyala yang berkobar dalam hati manusia. Sejak pertemuan kita yang pertama, aku merasa seperti telah mengenalmu lama sekali, dan pada saat berpisah, aku pun tahu, tiada sesuatu yang mampu menceraikan kita.

Pandang pertamaku terhadapmu sebenarnya bukanlah yang pertama. Saat hati kita bertemu membuatku yakin akan Keabadian dan kebakaan jiwa.'

Saat seperti itu Alam menyingkap cadar manusia yang merasa dirinya tertekan, dan memberi amanat perihal keadilan yang abadi.

Ingatkah engkau kala kita duduk di tepi anak sungai dan saling memandang, Kekasih? Tahukah engkau betapa matamu berkata padaku saat itu bahwa cintamu bukan lahir dari belas kasihan, tetapi dari keadilan? Dan sekarang aku dapat menyatakan kepada dunia bahwa anugerah yang datang dari keadilan lebih utama daripada yang mengalir dari kedermawanan.

Dapat pula kukatakan bahwa Cinta yang hanya merupakan kebetulan belaka tidaklah berbeda daripada air mandeg di rawa-rawa.

Kekasih, di depanku terbentang kehidupan yang dapat kuciptakan menjadi keagungan dan keindahan-

hidup yang bermula dengan pertemuan pertama kali, akan berjalan terus menuju keabadian.

Aku tahu, karena engkaulah aku menerima berkah kekuatan dari Tuhan, untuk dijelmakan ke dalam katakata dan perbuatan luhur, bahkan selagi matahari menyemerbakkan kembang-kembang di padang.

" Karena itu, cintaku padamu akan hidup selamanya...."

Pemuda itu bangkit, berjalan lambat-lambat dan berwibawa, memintas ruangan. Melalui jendela ia memandang ke luar; tampak bulan timbul di atas cakrawala dan menyepuh langit luas dengan cahayanya yang lembut.

la kembali ke meja, lalu menulis kembali:

"Maafkan daku, Kekasihku, karena aku berbicara dengan menganggapmu sebagai orang ke dua. Sungguh engkau adalah belahan jiwaku, yang tak ada di dekatku sejak kita muncul dari tangan suci Tuhan. Maafkan daku, Kekasihku!"


Sumber : Suara Sang Guru Kahlil Gibran
Koleksi Buku Karya Puisi

Puisi Tentang Pahlawan Perjuangan | MASIHKAH BUNGA 'KAN MEKAR

MASIHKAH BUNGA 'KAN MEKAR
Dadan Dania DK

Langit memerah darah manakala Yogya berpagar sangkur

pagi-pagi empat Mei empat tujuh
fajar memudarkan pijar belulang yang terbakar
kenyataan memanggilmu tampil
insyaf akan tanggung jawab
yakin akan kebenaran Islam
Yoesdi Ghazaii, Anton Timoer, Nursyaf, Ibrahim dkk
menuntunmu bangkit sebagai anak kandung revolusi.

Udara pertama yang kauhirup
wanginya mesiu
atas kerikil dan onak yang terserak
beranjak meniti hari yang bertaji
dada membusung punggung terpampang
menantang cambuk dan dera seterumu
bekalmu semata takwa,
takwa yang membinar jadi syukur
manakala pesona bertahta di beranda sukma
takwa yang berpijar jadi sabar
manakala petaka tersaji di serambi hati.

Bagai debu di garis horison,
tak orang balk-balk berpikir akan ujudmu
bagai punguk di balik awan
tak orang benar-benar mendengar akan cicitmu

Jalur yang terentang putus diranjah mereka
kauluruskan telunjuk dengan gemeletuk gigi
"setapak saja langkah meranjah sela hela
menjamah ranah membentang prana sengketa
gemerlap derapmu kurancap ...
tercapai atau tergapai", itu serumu.

Tekad yang terpahat, tombak mahaampuh meruntuhkan musuh
perisai tangguh menadah pongah punah,
kendati jiwa terpancang atas gelinjang lantang
t'lah kau perketat sekerat ikat.