Puisi Untukmu
Dina Purnama Sari
Sepotong senja untuk kekasihku….
Di gelapnya kabut hatiku…
Kau membuatku terluka begitu dalam….
Hingga membuatku panas dalam….
Serangkaian kata membuatku tak sanggup berkata…
Apakah mata ini akan tetap terbuka…
Hingga, sejumput asa membuatku berlinang airmata….
Airmata buaya yang tak terbuka….
Apa lagi yang akan kau tawarkan kini…
Usia senjakah?
Kehangatan kata manis?
Pelukan di ujung hari?
Entahlah….
Sungguh, aku tak pandai berpuisi….
Namun, kau terus memaksaku untuk membuatkannya….
Ah, entahlah….
Apakah ini yang dinamakan puisi, aku pun tak tahu….
Demi kamu, aku berusaha….
Membuatkan sejumlah kata manis….
Semanis senyumku….
Semanis wajahku….
Ya, puisi ini untukmu….
05 Maret 2012
Puisi Untukmu | Dina Purnama Sari
Puisi Diam-Diam | Dina Purnama Sari
Diam-Diam
Puisi Dina Purnama Sari
Diam-diam, kita bertukar nomor telepon….
Diam-diam, kita saling bertukar kabar melalui e-mail rahasia….
Diam-diam, kita saling bertukar sapa melalui jaringan satelit….
Ya, diam-diam saja….
Diam-diam itu menyenangkan….
Karena….
Tak ada seorang pun yang tahu….
Yang tahu hanya kau, aku, dan Dia….
Yang lain? Kita bekali lakban hitam lebar….
Atau, kita bekali mereka sejumlah lembaran rupiah berwarna biru….
Aku bertemu kau sore ini….
Kau diam, aku pun diam….
Aku diam, kau lebih diam….
Ah, senangnya diam-diam….
Kau membohongiku dalam diam,
pun demikian halnya denganku,
membohongimu dalam diam,
diam dan diam….
Bukankah, diam-diam itu (kadang) menyenangkan?
06 Maret 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Bersyukur | Masih Mampu Bersyukur - Daesy Christina
Masih Mampu Bersyukur
Daesy Christina
Hidupmu terasa menyebalkan? Rasanya hampa?
Atau mungkin pekerjaanmu terasa memuakkan?
Ingin keluar tapi beban hidup masih menggantungimu.
Mungkin kehidupan cintamu hanya membuatmu terluka saja?
Rasanya mau sendiri saja tapi takut kesepian?
STOP!
Berhentilah mengeluh
Pergilah keluar, lihatlah ke langit.
Matahari sudah terbit.
Sudah bukan lagi waktunya menyesali, mencaci ataupun membenci.
Langit mendung ataupun terik.
Angin bertiup kencang ataupun kering kerontang.
Hidup masih akan terus berjalan apapun yang terjadi.
Jadi bukankah lebih baik disyukuri saja daripada disesali?
Bukanlah lebih baik tersenyum daripada cemberut?
Bersyukurlah
Setidaknya karena hari ini kau masih mampu bernafas
Setidaknya karena hari ini kau masih mampu melihat
Dan setidaknya karena hari ini kau masih mampu bersyukur
30 Januari 2012
Puisi Alam Kita Mulai Berubah | Edy Priyatna
Alam Kita Mulai Berubah
Edy Priyatna
Langit tak biru lagi
burung-burung mulai enggan terbang
angin diam tak bergerak
desirnya sirna
ranting-ranting kering tubuhnya kandas
rembulan sedikit redup
malam-malam makin pekat
padahal mentari tak pernah berhenti
memancarkan sinarnya
hutan-hutan kian gundul
pohon-pohon bertumbangan
para satwa menjadi tuna wisma
gunung-gunung bergemuruh
kerap meletus sepanjang hari
menghamburkan lahar matang
memporakporandakan kehidupan alam
bukit-bukit tidak hijau lagi
sungai-sungai membuat banjir
airnya tak jernih lagi
hingga ikan-ikan pun kerasukan
tak dapat bermain bebas
sawah ladang rata terbenam
gubuk petani ikut tenggelam
keluarganya berlinangan air mata
alam semesta mulai berubah
semua itu bencana
semua itu telah terjadi
semua itu alami
semua itu disebabkan tak adanya keseimbangan
semua itu karena ulah manusia
Pondok Petir, 25 Januari 2012
Puisi Kebohongan | Berbohonglah dengan Jujur!
Berbohonglah dengan Jujur!
Puisi Guru Oke
Di rumah ada kebohongan
Di sekolah ada kebohongan
Di kantor ada kebohongan
Di pasar ada kebohongan
Di pengadilan ada kebohongan
Di gedung dewan ada kebohongan
Di tempat ibadah ada kebohongan
Di dunia nyata
Di dunia maya
Di dunia lain
Kebohongan ada di mana-mana
Di manakah kejujuran?
Sudahkah dia pensiun?
Atau sudah lama wafat?
Ah, sudahlah
Kala kejujuran sudah tenggelam di tengah hiruk pikuk kebohongan
Mungkin kelak ada yang bergumam :
“BERBOHONGLAH DENGAN JUJUR!”
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Keraguan | Puisi Keraguan Cinta Siti Dahwiyah Elmuqsith
Keraguan
Siti Dahwiyah Elmuqsith
Rintik-rintik gerimis yang jatuh pada pagi
perlahan menumbuhkan benih benih rindu di dadaku
layaknya hembusan nafas, pada sepenggal kata yang kau ucapkan
tentang musim yang masih mengguyurkan hujan
tentang embun belum sempat menitipkan pesan pada malam
tentang ihwal janji ketika terang bulan
tentang sketsa bayang burammu yg terkikis hembusan angin
lalu, bagaimana mungkin aku mendendangkan irama-irama sendu ini?
aku masih ragu pada kata yang kulihat di matamu
yang padanya seperti tercipta hari ini, esok dan masa depan
rasa harap seperti menjelma punah
terkubur. dalam. sedalam lukaku ini
pahamilah, tak mungkin aku bertandang
menjelma bidadari dengan rasa ragu,
padamu
07 January 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com