Puisi Indonesia Masih Punya Kami
Priadarsini
Di tengah hiruk pikuk politisi yang mengutamakan kepentingan golongan..
Indonesia masih punya kami, yang mengabdi demi bangsa ini tanpa berharap pamrih..
Di sela keramaian kabar korupsi di negeri ini..
Indonesia masih punya kami, yang berkarya demi kemajuan bangsa ini..
Di saat gaung konflik antar umat beragama bergema..
Indonesia masih punya kami, yang menyadari perdamaian itu lahir dari perbedaan..
Di antara pengusaha yang lalai menjual kekayaan negeri ini..
Indonesia masih punya kami, yang berjuang mempertahankan tanah air ini tanpa kenal lelah..
Di kelilingi berbagai musibah bencana alam..
Indonesia masih punya kami, yang bahu membahu membantu sesama dengan ketulusan..
Di waktu isu perpecahan digaung-gaungkan..
Indonesia masih punya kami, yang mencintai dan menghargai persatuan demi keutuhan bangsa..
Di dalam kehebohan berbagai media yang memiliki kepentingan..
Indonesia masih punya kami, yang membaca dan melihat mengikuti kata hati..
Di lautan badai orang yang apatis dan pesimis…
Indonesia masih punya kami, yang selalu berbagi kasih dan kepedulian juga semangat untuk bangkit..
Jayalah terus Indonesiaku…
Kami akan selalu ada untuk mu..
16 Agustus 2011
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Indonesia Masih Punya Kami | Priadarsini
Puisi Tentang Hari Pendidikan Nasional | Ismail Akbar
Tentang Hari Pendidikan Nasional
Ismail Akbar
Jika kau lihat bendera merah putih berkibar dihalaman sekolah
Belum tentu disana ada orang Indonesia
Jika kau dengar Pancasila dibacakan berulang-ulang,
Belum tentu semua yang mendengarnya punya Tuhan Yang Maha Esa
Jika kau lihat Pak Guru pakai sepeda Kumbang,
itu pasti kau sedang mimpi bertemu Oemar Bakri
Jika kau lihat anak sekolah memakai seragam,
pastikan udel dan BH nya tak tampak oleh umum
Jika kau lihat guru memukul muridnya, itu biasa
Jika kau lihat sekolah - sekolah negeri dan swasta jauh berbeda,
itu karena sekarang pendidikan pun menjadi ladang bisnis
Jika kau lihat Politisi berjanji tentang pendidikan murah dan cerdas,
lihatlah, pendidikan pun didramatisir
Jika kau lihat dosen-dosen mu tak ada dimeja,
yakinlah, mereka sedang sangat sibuk, urusan ini, dan urusan itu
Jika kau lihat pelajar tawuran,
terbiasalah, pendidikan kita ‘kan tentang otot dan tulang,
bukan tentang otak dan sosial emosional
Jika kau lihat aku mengkritik saja,
percayalah, lebih baik begini,
daripada diam dan dibodohi sampai tertidur dibangku mu,,,,
Semangat,,Sebab hidup tak boleh mati karena liur-liur politik,,,,
03 Mei 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Galau Duka | Imi Suryaputera
Galau Duka
Imi Suryaputera
Deras air hujan menghunjam bumi,
Malam,
Remang lampu jalanan,
Dingin, menggemetarkan persendian,
Termangu,
Tampak galau,
Menyatu dalam derasnya hujan bak rintihan selaksa siksa,
Kau disana,
Terhenyak dalam kedukaan,
Dia t’lah berlalu,
Tak pernah kembali,
Dukamu,
Turut kurasakan,
Padahal aku bukan siapa-sapa,
Ku hanya merasa senasib bak bayangan cermin,
Hujan reda,
Malam merangkak,
Kau tetap disana,
Dalam galau yang duka,
Ku pun berlalu,
Sosokmu menjauh dari pandanganku,
Namun galaumu, dukamu, kuturut merasa,
Kuberlalu,
Kuingin sendiri merasakan galauku, galaumu, dukaku, dukamu…..
08 Mei 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Semangat | Hariku, Semangatku
Hari Ku,Semangat Ku
Oleh : Rizal
Aku tak dapat menyembunyikan perasaan hatiku
Senang dan bahagia……
Aku sadar sesuatu telah datang menghampiri ku
Mengantarkanku menikmati pagi nan sejuk,
Inilah hari ku
Inilah pagi ku
Ku sambut ia dengan semangat ku
Aku katakan kepadanya
Aku siap menghadapi hari ini,
Beri aku kekuatan
tuk menjalani hariku
Beri aku daya
tuk menerjang semua halangan dan rintangan,
Kini,ku persiapkan semua itu
Hanya untuk menghadapimu
Ku kalahkan kau dengan semangat ku
Ku terjang semua rintangan dihadapan ku
06 April 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Air Mata Duka (Untuk Korban Sukhoi)
Air Mata Duka (Untuk Korban Sukhoi)
Pusawi Adijaya
Pesawat terbang
Melayang di awang
Hati riang sungguh senang
Namun sayang seribu sayang
Membentur gunung bernasib malang
Hancur lebur
Bertabur-tabur
Tingggal serpihan
Berserakan
Empat puluh lima jiwa
Tegeletak
Di Gunung Salak
Berbaring tak bernyawa
Ditolomg para penolong
Dikeranda ke keluarga
Tangis air mata kedukaan
Bederai tak bisa dilerai
Lantaran tercinta
Telah tiada
Tuhan…
Ampunilah dosa yang telah tiada
Berilah kerelaan yang masih ada
Walaupun akhirnya juga sirna
Tuhan…
Engkau Maha Tahu
Sukhoi memang jatuh, menjatuh, atau dijatuhkan?
Berilah kami cayaha untuk menemukan cahaya
Sehingga kami tak meraba dalam menerka
11 Mei 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Sebulan Hatiku Gundah | Muchtar Kadir
Sebulan Hatiku Gundah
Muchtar Kadir
Hampir sebulan, kurang dua hari lagi
jiwaku gundah gulana
Ketika petir cinta menghantam sekujur tubuhku
Keder.. loyo…
lunglai menggrogoti seluruh nadiku
Kutatap meja makan
Tak ada lagi selera
Siang dan malam bagai masa tak pernah usai
Jiwa dan ragaku terngiang mengenang masa lalu
Indah penuh kehangatan
Menyatu dalam satu bingkai cinta
Menggetarkan jiwa ragaku
Memberi semangat dalam hati
Untuk memilikimu sampai maut menjemput
Dalam gejolak jiwaku
Aku teriak tanpa suara
Aku protes tanpa kata
Aku benci tapi aku butuh
Pagi yang indah tidak membuatku berubah
Gejolak demi gejolak merontak dalam hati
Mengenang kemesraan masa lalu
Kini tak seindah dahulu lagi
Perubahan ini membuat hatiku hancur berantakan
Ooooo sahabat
Bantu diriku keluar dari kemelut nurani cintaku
Aku tak mampu hadapi
Kenyataan kini dengan masa laluku
Sahabatku,
Kunanti nasihatmu
Untuk memulihkan kembali semangat hidupku
Salam cinta
18 January 2011
Puisi Aku Senang Pak Presiden Punya Pesawat Baru | Anakebusri
Aku Senang Pak Presiden Punya Pesawat Baru
Anakebusri
Malam ini aku tidak bisa tidur
Kudengar bapak presiden hendak membeli pesawat
Bukan pesawat televisi
Bukan pesawat telefon
Tetapi pesawat terbang pribadi
Kata pak guruku satu-satunya
Negriku ini punya pabrik pesawat
Dirgantara Indonesia namanya
Tapi kabarnya
Pesawat baru bapak presidenku bukan buatan Indonesia
Melainkan buatan negri lain
Harga pesawat itu pasti lebih murah
Seperti ibu yang memilih beras di Serawak
Sebab lebih murah katanya
Tidak kena biaya ongkos kirim
Aku senang bapak presidenku punya pesawat pribadi
beliau menghemat uang negara ratusan milyar per tahun
gaji pak guru bisa dibayar
aku bisa punya sekolahan yang bagus
listrik di kampung bisa 24 jam
aku bisa menonton doraemon setiap minggu pagi
jalan menuju kampungku bisa diaspal halus
semua bisa
Aku senang pak presiden punya pesawat
Pesawatnya kabarnya besar dan luas
Bisa menampung tujuhpuluh orang
Teman-teman pak guru bisa menumpang
Teman-teman pak mantri bisa menumpang
Aku senang pak presiden punya pesawat
Pesawat itu, katanya, bisa mengantar kita kemana saja
Dengarkan kawan….Kemana saja!
Itu berarti :
pak presiden akan sering-sering bermain di kampungku
_Menegur tauke-tauke licik
_Menghukum orang yang menyelundupkan kakakku
Aku senang pak presiden punya pesawat baru..
Sekarang aku bisa tidur dengan tenang
Sebab tahu kampungku tidak akan jadi yang terpencil
Sebab tahu pak presiden memperhatikan kami…
Selamat tidur pak presiden
Semoga mimpi indah
11 Februari 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Langit Hari Ini Berwarna Biru | Galih Wirahadi
Langit Hari Ini Berwarna Biru
Galih Wirahadi
Langit biru hari ini begitu cerah.
Kicauan burung saut menyaut masih terdengar,
di sela-sela aktivitas manusia dalam menapaki hari.
Langit biru hari ini seakan mengusap segala kenangan yang terjadi seminggu yang lalu.
Hampir setiap hari, awan mendung disertai hujan dan angin selalu menyapa.
Kini langit tlah kembali biru dan cerah.
Jika hari ini awan mendung masih menyelimuti wajah kita.
Kemuraman, kesedihan, kemarahan, kejengkelan…masih mengelayuti kita.
Sibakanlah semuanya itu, dan buang jauh.
Lihatlah hari ini langit tampak biru cerah.
Sayang sekali jika hati ini, masih menyimpan segala kepahitan dan kegetiran diri.
Langit hari ini begitu cerah.
Semoga secerah hatimu dalam menjalani hari demi hari.
25 Maret 2012
sumber : fiksi.kompasiana.com
Puisi Tentang Buruh Angkut Pasar | Dwindria Dini
Puisi Tentang Buruh Angkut Pasar
Dwindria Dini
Bertelanjang kaki menawarkan sekelumit tenaga ala kadarnya kami berjalan.
Menyeruak ke dalam pasar mencari sosok-sosok bersahabat.
Yang tak kan mengumpat bila kami datangi, tak kan mendengus menampar harga diri.
Kaki kami menapak bersahabat dengan tanah pasar yang lusuh.
Jari-jari berubah warna tak mampu kami selimuti
bahkan dengan sandal paling murah sekalipun.
Kami mengulur tangan pada plastik-plastik berisi ikan, sayuran, tempe, tahu.
Menawarkan energi masa kecil kami untuk mengangkat.
Kami mulia.
Kami bukan peminta-minta.
Kami buruh angkut pasar yang terhormat.
Kami mulia.
Semulia angan-angan sekolah yang makin jauh tertiup angin.
09 Desember 2011