Puisi Bendera Dukacita | Indra Tjahyadi

BENDERA DUKACITA
Indra Tjahyadi

Malam yang menghijau,
lebih hijau ketimbang bayangan.
Ranjang yang ditinggalkan kenangan
membersitkan ledakan. Dalam rasa lapar dan kesunyian,
tapak kakiku menjejak jarak dan keperihan. Abad-abad runyam
menggerongsongkan kesumat.
Bersama waktu dan ketiadaan,
arwahku yang bisu berjalan menuju langit. Murung. Sendiri.
Mengilaukan kegelapan. Bayang-bayangku menjelma burung raib,
lebih gaib ketimbang ingatan. Seteguk jeda tak bersudahan
mendesakkan sihir arus bawah air kematian.
Penampakanku menjelma pekik,
sepanjang lorong muram kerinduan,
gentayangan, menjelma jembalang, menjadi dendam.
"Ah, payudaramu yang remaja, sayang,
kusimpan rapih dalam benak,
kujilati dalam sajak."
Dari derita ke derita
kuacungkan sebilah parang.
Gempa dan gema kuciptakan dari sembarang sekarat.
Dari segala kiamat. Igauanku tumbuh bersama luka.
Bersama derita. Kuubah segala bunyi jadi batu.
Jadi diam berpanjangan.
Kurumpangkan pohon. Kukangkangi kepedihan.
Sekelebat detak jam meluncur di atapatap rumah,
memisuhkan keheningan.
Mula dari seluruh takjub dan kesepian
mengelebatkan halilintar. Lewat sekutip nyawa
yang dilalaikan Sorga kurontokkan bebintang.
Di dasar jejurang kelam sosokku sirna.
Pudar bagai kenangan.
Kekal mengibarkan bendera dukacita.

2007-2008.

Tag : Cinta dan Kepercayaan, Puisi Cinta


Category Article