Puisi Januari Bisu | Matroni el-Moezany

Januari Bisu
Matroni el-Moezany

Banyak yang terlihat jelas
Tapi tidak mau mengakui dirinya terluka

dirimu kau lukai
negerimu kau curi
rumahmu kau kotori
mengapa seperti itu
membasahi bibir indah dengan minyak wangi
membasahi bibir di restoran mahal
dirimu kekenyangan

tapi jangan sampai habis makanan itu
aku akan mengambilnya
menjadikan rempah-rempah istimewa
dan di olah dengan perut lapar

sebelum matahari terbit
sisa itu akan kubagikan pada rakyat
agar bibir mereka mengalir sungai-sungai bening
dan mandi dengan senang

karena tak ada yang lebih istimewa
selain menunggu sisahmu
tak ada lain selain butir-butir
yang harus mereka makan
walau pun itu juga masih ada unsur kotoran
tapi tidak bagiku, uang itu milik kami, katanya

Yogyakarta, 2010
http://oase.kompas.com/read/2012/07/14/01050674/Sajak-Sajak.Matroni.el-Moezany

Puisi Lentera Ibu | Bennie Wego


Lentera Ibu
Bennie Wego

Diisinya minyak kemudian dibenam wajahnya sebelum hari pagi
bersama dengan doa-doa untuk sepasang mata dari langit
agar menurunkan cahaya lebih terang. Lebih jernih
dari bening air matanya yang diyakini hanya sekelopak-separit
menghantar anak-anak bermain seraya menyebrangi
masa depan tanpa resah dengan lentera dari bola mata yang nyala membersit
kendati pada malam kelam yang jadi ruang tunggu dalam sunyi
tanpa membiarkan satupun dari langkah kaki jatuh pada takdir semenit

Lake Charles, LA-USA, 0712
http://oase.kompas.com/read/2012/07/28/20182793/Puisi-puisi.Bennie.Wego

Puisi Selamat Datang Pagi | Odi Shalahuddin

sumber gbr : photoforum.ru

SELAMAT DATANG PAGI
odi shalahuddin

Selamat datang pagi. Tak bosan kuucapkan itu. Walau kutahu, sepanjang perjalanan hidupku., pastilah dirimu hadir dalam putaran yang sama. Waktu yang berdetak, berjalan dalam irama dari detik ke deti, menit ke menit, jam ke jam. Hingga genap berganti, kembali. Selamat pagi.

Selamat datang pagi. Wajah yang bisa berubah. Ketika mentari pancarkan hangatnya dengan bebas bermain dalam teras rumah. Atau perjuangan mentari yang mencoba menembus kabut. Mentari yang tersembunyikan rintik dan deras hujan. Selamat pagi.

Selamat datang pagi. Ada berjuta rasa di sini. Bersemayam di jutaan atau milyaran hati manusia. Sisa rasa semalam, masih melekat. Terbawa mimpi buruk. Terbawa pesona gebyar dunia malam. Terhanyut dalam kesunyian malam yang tepat untuk bercermin diri. Tapi kurasa, tiada yang akan memakimu. Tiada yang akan menggugat kehadiranmu. Semangat..semangat..semangat… Senantiasa bergema. Berkata pada diri. Bersapa pada kawan. Dalam ucapan terlontar dari mulut. Atau torehan kata-kata pada status jejaring sosial ataupun komentar-komentar di dunia maya. Selamat pagi.

Selamat datang pagi. Ketika orang bersandar pada sebuah harap. Berarti hidup akan membangun kesempurnaannya. Melalui berbagai gerak dan dinamika.  Sehingga banyak hal bisa tercipta.

Selamat datang pagi. Ah, kusapa kawan-kawan di sini. Semangatlah, ringan hati, melangkah pergi, mencari, dengan kejernihan hati, membuat hidup lebih berarti. Selamat pagi kawan-kawan semua.

Yogyakarta, 21 Januari 2011
http://odishalahuddin.wordpress.com

Puisi Untuk Desember Yang Kita Tinggalkan

puisi bulan desember
sumber gbr : www.wallpaperhere.com

UNTUK DESEMBER YANG KITA TINGGALKAN
Mentari Media

tidakadalagi yang bisakitakumpulkandariperistiwa-peristiwa
yangterlanjurporak-poranda
daritembokkota yang runtuh
tapidetik jam dinding di kamarmasihbelumberhenti

saatdesemberhampirusai, kitatetapberjalan
dengankenangan yang tinggalsebagaibekal
sebagaijejak-jejaktakhilang
yang kadangkitatengokkebelakang

Jakarta, 31 Desember, 2011
http://oase.kompas.com/read/2012/07/19/01285977/Puisi-puisi.Mentari.Media

Puisi Aku Lagi Cemburu

sumber gbr : guardian.co.uk

AKU LAGI CEMBURU
Odi Shalahuddin

tidak pernah dipedulikan lagi
ia asyik memainkan jemarinya
meraba-raba tapi tidak ke tubuhku
kadang merebahkan kepala dalam pangkuannya
dengan mata, kukira pura-pura terpejam
uh, menyebalkan,
jelas aku cemburu

kadang waktu aku hadir,
ia menyapa sejenak
tapi larut lagi pada dirinya
memainkan jemarinya tak henti
seolah aku tak ada
uh, pastilah sangat menyebalkan
bagaimana aku tidak cemburu

pulang pagi berangkat pagi
selalu saja ada alasannya
yang membuatku sungguh berpura-pura mengerti
padahal kuyakin ia hanya memainkan jemarinya
dengan pikiran yang entah, sungguh ku tak tahu
sudah bosankah ia dengan diriku?
sudah tidak cintakah?
sudah …?

Ah,
terbakar hatiku
tapi serasa tak berdaya

aku cemburu
benar-benar cemburu
ingin sekali aku merobek diri-nya
memutus kabel-kabel kesayangannya
biar ia punya waktu untuk diriku

Laptop
Modem
Sungguh aku benci padanya… !

Pontianak, 24 Agustus 2010
http://odishalahuddin.wordpress.com

Puisi Aku Berharap | Edu Badrus Shaleh


AKU BERHARAP
Edu Badrus Shaleh

Tenang wajahmu takkan menyesatkanku sebagai pemburu bayang-bayang
Karena cinta takkan hina tatkala kau menangis atasnama rindu

Rembang 2008
http://oase.kompas.com/read/2012/07/31/20270023/Puisi-puisi.Edu.Badrus.Shaleh

Puisi Aku Bangga Indonesia | Odi Shalahuddin

Aku Bangga Indonesia
Odi Shalahuddin    

Aku bangga Indonesia, tanah air beta, luas wilayahnya, dengan kekayaan luar biasa, bila terbagi merata maka makmurlah rakyatnya,

Aku bangga Indonesia, dengan bermacam suku bangsa, dan ragam bahasa, hidup damai bersama, menjunjung tinggi bhineka tunggal ika,

Aku bangga Indonesia, benar-benar kaya, kreasi seni budaya, dengan ratusan juta jiwa rakyatnya, yang senantiasa ringan bekerja, menyanyikan lagu-lagu semesta

Aku bangga Indonesia, walau pernah terjajah, tapi akhirnya bisa merdeka, mimpi-mimpi yang tercipta, membangun Indonesia, mewujudkan masyarakat adil, makmur merata, mencerdaskan kehidupan bangsa,

Aku bangga, benar-benar bangga, Indonesia, Indonesia,  Indonesia Raya, dari berbagai cerita dan apa yang terbaca, sejak kecil hingga SMA, tertanam di dalam kepala, bangkitkan asa, kelak berbuat untuk bangsa dan Negara tercinta

Aku bangga, aku bangga, aku bang……ga… ga….ga…

sebentar, se..ben…tar… tiba-tiba saja aku terkesima dengan mulut menganga seakan tak percaya, tubuh panas-dingin, sesak dada, seakan hendak meledak isi kepala, ini benar-benar nyata?

Indonesia tanah air beta, luas wilayahnya tak terjaga, lalu senangnya salahkan tetangga

Indonesia kaya raya, jutaan orang menderita, berebut rejeki, mempertaruhkan nyawa

Indonesia bangsa ber-bhineka, yang kehilangan tunggal ika, akhirnya konflik merajalela

Usang sudah berbagai cerita, hanya menjadi kisah tanpa makna, yang beterbangan sekedar melintas di kepala dan telinga, sedang anak-anak lebih suka berfantasi dalam dunia maya

Aku tetap bangga Indonesia, kuyakin kau pun juga,  sendiri bukan apa-apa, pastilah kuat bila bersama, dalam karya dan kerja, selain bicara

Bukanlah kejahatan mempersoalkan para penguasa bila bersekutu dengan pengusaha dan para mafia, mengeruk kekayaan indonesia, tapi bukan lagi kita si empunya, tidak mendapat apa-apa, justru sering menjadi tumbal belaka

Bukanlah kejahatan mempersoalkan para wakil kita, yang telah mendapat fasilitas di atas rata-rata, tetapi hanya tidur saja, ketika memperbincangkan dan mengambil keputusan tentang nasib bangsa dan Negara

Bukanlah kejahatan membongkar pelaku tukang jebol uang Negara, siapapun mereka, yang hanya mementingkan kroni-kroninya, tanpa peduli jutaan jiwa, yang terus saja bekerja, tapi tak berubah nasib hidupnya

Bukanlah kejahatan menuntut secara terbuka, pengusutan dan penyelesaian berbagai kisah duka, tentang melayangnya nyawa-nyawa, tentang hilangnya orang-orang yang berani bicara

Aku bangga, kau juga tentunya bangga, memang kita tak bisa menutup mata, selayaknyalah terus bicara dan bekerja, membangun bangsa dan Negara, dimulai dari apa yang kita bisa, tak sungkan berhadapan dengan penguasa, pengusaha dan para mafia, ini Negara kita si empunya, yakinkan saja, ini bukan bualan belaka, ayo segera kita coba…..

Yogyakarta, 14 September 2010
http://odishalahuddin.wordpress.com

Puisi Rahasia Doa (Do'a) | Rudi Anwar Hasibuan

Rahasia Do’a
Rudi Anwar Hasibuan

Sujud yang kusemat rindu
Bila ’kan menunduk layu
Sujud yang kusemat rahasia doa dalam tahajud
Jadikan aku lupa
Aku dibekap sepi rupanya

Berapa juta detik aku menunggu waktu
Kau sambut rinduku
Tapi kabut pagi yang kental mamangkan pandanganmu.

Berdetak
Tak lagi jantungku
Berdenyut
Tak lagi nadiku

Tapi seluruh ragaku berdetak dan berdenyut
Menanti kau menyambut rindu yang beku

Ada rasa yang ingin kuucap
Tapi indera pengecap tak mampu berucap
Hanya sebilah sunyi yang menyayat-nyayat ayat
Yang tak mampu tersingkap

Lidahku kelu ’tika menatap sepasang matamu
Ragaku beku ’tika mendengar kau berlisan syahdu.
Dan ketika kau melangkah lalu
Aku pun terpasung rindu
Erat kepadaMu..

Pekanbaru, 25 Mei 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/07/26/15484996/Puisi-puisi.Rudi.Anwar.Hasibuan

Puisi Nafsu Kuasa | Odi Shalahuddin


NAFSU KUASA
odi shalahuddin

hati-hatilah dengan kekuasaan, seberapa-pun kecilnya ia.
lantaran kekuasaan yang teraih dan tergenggam akan memenjarakanmu
tercipta ajang pertempuran dalam diri sendiri, sangat menyiksa bila kau punya hati
atau kau matikan suara-suara hati, membangkitkan rasa tak peduli
sedang pertempuran di luar, demikian dahsyatnya, terbuka ataupun tersembunyi
maka berpandai silat lidahlah,  memainkan kata-kata,
membangun citra, tak peduli makna
dan mempersiapkan penaklukan-penaklukan damai,
bilamana perlu membayangi langkah para lawan dalam irama kematian,
kepada para kawan-pun akan terbit curiga, seakan menunggu waktu menjadi lawan
setidaknya ada dalam kepala, bukankah itu sebuah penjara

maaf, bukan aku tak percaya
bila kau rasa masih berbalut kekuatan hati mewujudkan mimpi
syukurlah, semoga tetap bisa terjaga

Yogyakarta, 7 Oktober 2010
http://odishalahuddin.wordpress.com

Biografi Odi Shalahuddin

Biografi Odi Shalahuddin

ODI SHALAHUDDIN, lahir di Jakarta, 23 September 1969. Pernah kuliah di Fakultas Sastra UGM namun tidak selesai. Aktif menulis puisi, cerpen, esai di Kompasiana. Sejak tahun 1984 telah aktif di Organisasi Non-Pemerintah dan sejak tahun 1994 memfokuskan diri pada isu hak-hak anak. Banyak pula menulis artikel mengenai berbagai persoalan anak, terutama mengenai anak jalanan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak. Tulisan-tulisannya telah diterbitkan menjadi buku, diantaranya ”Cinta di Halte” (Kumpulan cerpen), Anak Jalanan Perempuan, Anak Bukan Pemuas Nafsu, dan Di Bawah Bayang-bayang Ancaman.

Puisi Hikayat Perkawinan | Kedung Darma Romansha


Hikayat Perkawinan
Kedung Darma Romansha

bulan ngantuk
bersandar di punggung malam
angin mengantarkan masa lalu yang dingin
dan suara-suara seperti roh masa silam
yang ingin mencekikmu dari belakang.
siapa yang kehilangan?
siapa yang akan melengkapi tubuhmu?
ada semacam bau syahwat
yang akan menyumbat hidungmu.
dan kau mengendus-endus bagai anjing lapar
yang kehilangan tuannya.
sementara takdir sudah lebih dulu
mendapati surga yang sepi
ketika dunia dalam diri
ingin mendapatkan tempatnya.
kita selalu mengulangi takdir yang sama
dosa yang sama
selalu menjadi lupa
bahwa baik-buruk dapat tempat yang sama.
inilah awal mula perkawinan itu
yang bikin kita terusir dari diri sendiri
rumah yang dulu mengusirmu di sini.

Sanggar Suto, 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/07/02/15341557/Puisi-puisi.Kedung.Darma.Romansha

Puisi Sketsa Sebuah Perjalanan | Matroni el-Moezany


Sketsa Sebuah Perjalanan
Matroni el-Moezany

Kurangkai semua yang terbaca
Dalam kilasan surau-surau semesta

Kuserahkan kerinduan itu
Pada ikan-ikan di pagi hari
Pagi yang membuat aku paham
Makna persahabatan dan kesetiaan

Rindang malam
Tak serindang kata-kata

Kubertanya pada Liya
“Sudah kau serahkan kesedihanmu pada ikan-ikan”
“belum”
Kesedihan tak membuat
Penguasa lari,
Biarkan mereka menikmati indahnya semesta
Menikmati lumatan-lumatan rasa
Menikmati luka-luka massa

Agar Kesedihan semu 
Kau harus biarkan bibirmu mengalir pada orang-orang

Aneh, kesedihan itu menjadi uang-uang bernilai di saku para raksasa

Kubakar semua kesemuan itu, tapi
Dengan apa aku harus membakarnya
Api, aku tak punya
Bara, masih belum nyala
Darah, belum mengalir
Aku jadi bingung melihat ke(semu)an itu,
kulihat ternyata kertas bermakna kekuasaan
kulihat kata-kata ternyata kosong
kulihat senyum tenyata menyakitkan
lalu, apa yang harus kulihat di masa depan

ulama, intelektual, budayawan, seniman
mereka mencari pasar? Mereka mau, di bayar 
kemana aku harus melangkah dan mendamaikan jiwa ini?

Kini semua menjadi pasar
Segalanya bisa diuangkan,
Kata-kata, pikiran, hati, jiwa, rasa karena uang

Tak kusangka ternyata haluan.
Liku yang tak memiliki refleksi

Keberlanjutan jalan itu
Belum membuahkan keranuman

Hijau daun di pangkas
Ditudungi berjuta tubuh penguasa
Walau panas hati kami
Ini sketsa di tengah bangsa

Kuletih bersandar ke tiang pancasila
Budaya datang merayap
Di tambah nyanyian maling-maling
Mengantuk karena kegelapan

Bangsa buruk di daerah kami
Atap langit bumi pun gersang
Tidur pulas tak mandi-mandi

Di jalan pulang aku berjumpa
Matahari meniduri bumi
Dimana hatiku takkan pilu
Mandang kerakusanmu

Yogyakarta, 12 Mei 2010
http://oase.kompas.com/read/2012/07/14/01050674/Sajak-Sajak.Matroni.el-Moezany

Puisi Jalan Menuju Pulang | Jumardi Putra


Menuju Pulang
Jumardi Putra

jalan laksana lumpur membusa
hingga mata segan melaluinya
tak mudah memerahu ratap rahim
menangkis gamparan badai berkali-kali 
larut malam hari ketujuh menuai ikrar
“ya.ini jalan menuju pulang,datang dan pergi
bagian dari cerita yang menujumkan keseimbangan
curam di semua musim terlewati”.

Sepulang dari Cibubur
: Destiara

saat di antara kami mengukir
kesedihan pada batang dan daun
dalam kuyup, kau pahat langit tenda
balik ke dusun
menanam benih runduk mawar.

Jambi, 2012.
http://oase.kompas.com/read/2012/09/26/23453350/Puisi-puisi.Jumardi.Putra

Puisi Shalat | Mega Vristian


SHALAT
Mega Vristian

shalat di atas sajadah
shalat di atas kehidupan

menangis di atas
maghfirah
meloncat ke luar
kesadaran atas kehendak-Nya.

( Hong Kong, Tsim Sha Tsui 2012)
http://oase.kompas.com/read/2012/08/03/23190077/Puisi-puisi.Mega.Vristian

Sajak Rapuh | Lailatul Kiptiyah


Sajak Rapuh
Lailatul Kiptiyah

dan tentu, aku pastilah serapuh
daun-daun dan bunga-bunga
yang meluruh itu
ketika musim silih berganti
membuatku rebah
melata
ke tanah-tanah
kecuali Kau setia menuntunku
menyemaikan akar
di jalan-jalan
menuju rumahMu

October, 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/10/01/18494510/Puisi-puisi.Lailatul.Kiptiyah

Elegi Dan Puisi | Anis Yuliana Samara


Elegi dan Puisi
“Kau,meminangku dengan puisi-puisi ciptaanmu sendiri.”
 Anis Yuliana Samara

bulan mengapung di matamu
pendarpendar cahaya menggantung di dagumu
aku memaku, membeku, lalu memelukmu
jika kau tak mampu membunuh sepi
yang menjangkiti
jiwa dan ragaku ini—
yakini diksi-diksi dalam puisi ialah do’a-do’a mustajab;
ketika dini hari terjerembab di ujung sajadahmu
yang basah oleh taubatmu
kadangkala menyesatkanku
menuju jalan-jalan raya—
di antara ilalang kota-kota tua
dimana ayah dan ibuku bermukim—
di kaki bumi kuberpijak
dan mimpi-mimpi semalam
kuhentak-hentak tanpa salam

Yogya, 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/10/30/2019455/Puisi-puisi.Anis.Yuliana.Samara

Puisi Sepertimu Kami Memilah Kata | Ferdi Afrar


Sepertimu Kami Memilah Kata
Ferdi Afrar

pada parasnya, pada garing nyaring suaranya,
pada kemolekan dan kesintalan dagingnya.
kami jejerkan, kami luruskan, agar tak ada yang mencong apalagi bengkong.
kami letakkan kata pada tempat
yang membuatnya bahagia.

kami kesepian, memutar nasib
seperti mengulangi percobaan bunuh diri.
sepanjang hari gentar memutar gasing di punggung.
kami letih dan mendamparkan tubuh di garasi.
di atas meja, di temaram cahaya,
kami bersendempel pada kata.

tiba pada gelap
kami bermalam pada lamunan
yang membuat kami terasa akrab.
berdua melompat-akrobat di celah kalimat. melawan gigil jam dan rayuan bantal.
menapaki puncak paling sunyi.

ke negeri asing paling gaib,
yang belum pernah kami temui.
bersamanya kami berkelana mesra
hingga subuh bercahaya.

2012
http://oase.kompas.com/read/2012/07/29/19304628/Puisi-puisi.Ferdi.Afrar

Puisi Cecak Untuk Kekasihnya | Rudi Setiawan


PUISI CECAK UNTUK KEKASIHNYA
Rudi Setiawan

Diajeng,
Tembok putih ini menjadi saksi bisu
Kisah kasih kita berdua
Saat kita merayapinya bersama-sama
Berburu Nyamuk (penghisap darah)
Berburu Wereng (hama perusak)
Dan sesekali menangkap kecoak (yang mengotori perkantoran)

Diajeng
Dinding ini adalah layar kehidupan kita
Tempat kita berpetualang sepanjang waktu
Membersihkannya dari serangga-serangga
Yang berusaha mengotorinya

Diajeng
Kemarin sudah kuingatkan kau
Jangan berburu diatas lantai
Lantai bukan habitat kita
Lantai tempat berbahaya bagi kita berdua

Diajeng
Mestinya kau tahu, bahwa diatas lantai
Ada kucing Garong yang selalu mengintai
Yang setiap saat bisa menerkam kita
Dari berbagai penjuru

Diajeng
Maafkan aku, yang tak bisa menolongmu
Kala kucing Garong menerkammu malam tadi
Aku tak kuasa untuk melawannya
Aku tak cukup kuat untuk menandinginya
Sekali lagi maafkan aku diajeng.

Diajeng
Kini tak kudapati kau disisiku lagi
Aku mesti sendiri meredam sepi
Cicak tua yang tak lagi perkasa
Merayapi dinding yang mulai kotor dan bernoda

Doha, 10 November 2009
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan

Puisi Tentang Pernikahan | Mega Vristian


PERNIKAHAN
Mega Vristian

Awal juni
Angin membawa harum melati
Kita sama-sama tersenyum
Diusia senja
Lega memenangkan ujian cinta

( Hong Kong, Sheraton Hotel Juni 2011)
http://oase.kompas.com/read/2012/08/03/23190077/Puisi-puisi.Mega.Vristian

Puisi Tentang Pelangi | Bennie Wego


Pelangi
Bennie Wego

Aku tulis sajak ini waktu hujan redah
hanya rintik yang berhablur jadi warna
setengah menghilang  pengetahuanku
supaya aku merendah hati padamu lebih dari rindu

Lake Charles, 0612
http://oase.kompas.com/read/2012/07/28/20182793/Puisi-puisi.Bennie.Wego

Puisi Pendek Menyambut Hujan | Sobih Adnan


MENYAMBUT HUJAN
Sobih Adnan

Bersiaplah;
Segala haru kenangan akan lantang bercerita,
Di mulai dari basah tanah pertama, yang dihembuskan udara.

2012
http://oase.kompas.com/read/2012/10/06/21185410/Puisi-puisi.Sobih.Adnan

Puisi Kota Yang Hilang | Bennie Wego


Kota yang Hilang
Bennie Wego

Sudah lama kota hilang entah ke mana
rakyat bertanya tentang tanda-tanda
tentang rumah atau bangunan
mereka saling terpisah oleh batuan
dari tambang-tambang di pegunungan
jadi tembok-tembok kota tanpa junjungan
hanya bangunan tanpa rumah tanpa tuan

Lake Charles, 0612
http://oase.kompas.com/read/2012/07/28/20182793/Puisi-puisi.Bennie.Wego

Puisi Wahai Matahari | Edu Badrus Shaleh


WAHAI MATAHARI
Edu Badrus Shaleh

Kutitipkan rindu dan sajak
Meski berat sungguh
Terbakar dadaku oleh gemuruh
Di antara himpitan besi dan bebatuan
Kucoba menahan serangan
Di antara resah yang berdetak
Kupertahankan cinta dan kata-kata
Padamu wahai langit cahya
Kupasrahkan seluruhnya
Hamparan hatiku
Bersama kubit gemintang

Rembang, 2008
http://oase.kompas.com/read/2012/07/31/20270023/Puisi-puisi.Edu.Badrus.Shaleh

Puisi Sepanjang Jalan Kenangan | Mega Vristian


SEPANJANG JALAN KENANGAN
Mega Vristian

udara mengeras di luar, bersama gerimis yang ritmis itu lagi
dan kita membaca puisi di dalam, di kursi-kursi sepi, di debur laut hati
kita memahami kebekuan yang telah begitu lama menahan rindu mencair
dan perlahan, malan menimbun larut di jalan-jalan
dan pada akhirnya kita pulang, sendiri-sendiri, berjalan dan bercakap
dengan bayangan, bercakap dengan kenangan dan separoh impian
yang disisakan rembulan untuk esok pagi.
juga kehangatan yang sempat tersingkap dan mengerjap
kau tahu? ada yang tak kuasa kuterjemahkan: airmata yang perlahan
melinang di sepanjang kenangan
masih pula airmata yang itu lagi

(Hong Kong, antara Tsim Sha Tsui dan Causway BAY 2012)
http://oase.kompas.com/read/2012/08/03/23190077/Puisi-puisi.Mega.Vristian

Puisi Di Tanjung Priok | M Nurcholis


Di Tanjung Priok
:RMD
M. Nurcholis

Di Tanjung Priok, gigil membawa angin darat
menuju laut lepas tak berbatas.

Di anjungan beberapa kapal seperti enggan
melepaskan tautan, memisahkannya
dengan daratan yang mencegahnya bergelinjang.

Tapi inilah hidup, kata laut, dan engkau
harus mencoba deburku, hablur ombakku
Merasakan bebas seperti camar
mencari ikan dengan awas.

Dan cuaca menyisakan aroma basa
Di ujung barat jingga memberi tanda
Bahwa waktu semakin tua.

Engkau mendesah, aku pun.
Kita menatap layang-layang putus
yang hilang kendali oleh anak-anak pantai
Sementara dermaga sesaat kosong
hilang kapal mencari sebuah petualangan

Aku-engkau, berdoa;
"Semoga semua hal di dunia
berjalan sesuai takdir"
lalu kita kembali berjalan,
meninggalkan dermaga,
Kembali membuat takdir kita.

2012
http://oase.kompas.com/read/2012/10/10/22544738/Puisi-puisi.M.Nurcholis

Puisi Layang-Layang | Putu Gede Pradipta


Layang-layang
Putu Gede Pradipta

Dia membuat layang-layang dari sehimpun
daun kering yang dikumpulkan dari taman
sebuah kota yang sedang menjalani musim
gugur pertama.

Namun, daun-daun kering yang disusunnya
menjadi layang-layang segera habis terbakar
ketika memulai terbang dan musim kemarau
tiba-tiba datang.

2012
http://oase.kompas.com/read/2012/07/27/22222431/Puisi-puisi.Putu.Gede.Pradipta

Puisi Kerendahan Hati | Rudi Setiawan


KERENDAHAN HATI
Rudi Setiawan

Jangan kau sanjung puji diriku
Sebab sanjung puji itu seperti ribuan pedang
Yang menusuk-nusuk hatiku dan akan membuatnya mati
Sebaiknya kau caci maki saja diriku
Karena caci maki itu terasa bagaikan belaian bidadari
Membuatku bergairah untuk hidup dan berkarya lagi.

Doha 21 October 2009
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan

Syair Sedih | Lailatul Kiptiyah


Syair Sedih
Lailatul Kiptiyah

Sepi yang mengekal di pelupuk malam
merobek mata hatiku yang kelam

Di atas lembaran kitab yang menua
huruf-huruf terus bernyanyi
mengabarkan maknanya
sebagian lagi
memeluk rahasia
penciptanya

Di luar kudengar jerit kuk kuk burung hantu
seolah maut telah tiba di muka pintu
lalu kulihat pada cermin, kilasan wajah-wajah sedih
wajah dosa dan doa yang terus tumpang tindih

Jakarta, Februari 2012 (Maulid 1433 H)
http://oase.kompas.com/read/2012/10/01/18494510/Puisi-puisi.Lailatul.Kiptiyah

Puisi Sehabis Mengantar Jenazah | Agus Dwi Rusmianto


 Sehabis Mengantar Jenazah
 ; Wandi
Agus Dwi Rusmianto

menenggelamkan suara sekop
pada timbunan tanah
yang membuat kita gelisah

“Aku ingat ibu
bathinku memutar kaleidoskop
ketika melewati neon 18 watt di atas gundukan
terbayang gulita di bawah sana
hanya pucuk kemboja
kembang tujuh rupa serta doa
pengantar menuju batas tak terhingga

pada langkah ke tujuh
menengok seakan mengucap selamat jalan
protes pada Tuhan pun segan

“Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”

terimalah sujudku
doa-doa yang kulafalkan
tangan mengangkasa
serta tangis pada bumi dimana aku kembali
pun tak bisa mengelak dan menawar lagi

Speed Net, 21 Mei 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/09/04/22152173/Puisi-puisi.AD.Rusmianto

Puisi Dialog Jiwa Semusim | Agus Dwi Rusmianto


Dialog Jiwa Semusim
Agus Dwi Rusmianto

Adakah risau menyapaku
Di pucuk daun pintu yang terketuk

Adakah ruang
Pada lantun sunyi kejauhan jarak pandang

Sejenak aku berpikir
Andaisaja di sana rumah kita sejalan
Sepetak dan tak perlu susah menyebrang
Saling lempar kabar tanpa pesan singkat
Akan kita nikmati
Cangkir demi cangkir kopi hitam
Beradu tawa dan gelisah
“Ahh…aku sedang tidak baik malam ini,” ucapmu membunuh purnama

Pada ritual mega
Aku tadi melepas raga
Menari menerjemahkan sunyi
Berkejaran dan mimpi
Hingga akhirnya menyerah
Memenggal mimpi

Ri, maafkan jika ternyata
Mata ini tak sanggup melihat aslimu
Tapi biarlah beradu dengan bayanganmu di pelupuk mata
Tentangmu
Dan pula ingin kuukir puisi
Di tubuhmu dengan tinta bukan belati
Menancap di hati

Adalah puisi kutulis
Dari tinta sepi, dengan diksi miris
Hasil mematai dunia liris

Cinta tentunya teramat tinggi
Untuk musafir sepertiku
Yang hingar di padang pasir
Dan hampir buta soal perhentian musim
Padahal tak kuperlukan musim agar cinta itu tumbuh

Jejak ini akan menjadi awal
dan bagaimana musim tak kauperlukan
sedang aku hanya hidup di musim tertentu”

Pena dan tinta menjadi buram
Serupa malam yang abu-abu
Di lengkung alis matamu

Cikole, 7-8 Juli 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/09/04/22152173/Puisi-puisi.AD.Rusmianto

Puisi Hikayat Secangkir Kopi



HIKAYAT SECANGKIR KOPI
Rudi Setiawan

Musim dingin menghajar
Matahari tak mampu menghangatkan
Angin seperti freezer alami
Tembok-tembok tebal tak kuasa menghalangi

Secangkir kopi panas, leleh dilidahku
Pagi terasa dingin membeku
Dari balik jendela, kulihat wajah kota
Yang sibuk berdandan seperti gadis muda yang dimabuk cinta

Secangkir kopi menemaniku
Mengusir sepi dan gelisah hati
Kucoba menyapa pagi dengan senyum yang kupaksakan
Dia tak membalasnya, acuh tak acuh dia melengos pergi

Secangkir kopi tinggal seperempat isi
Tumpukan kertas berserakan diatas meja
Laptopku masih menyala
Hasratku makin membara menulis bait-bait kata

Secangkir kopi seperti ilusi
Membius angan-anganku
Menenggelamkanku dalam barisan kata
Tanpa makna

Doha, 5 November 2009
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan

Puisi Layar Rimba | Nancy Meinintha Brahmana

LAYAR RIMBA
Nancy Meinintha Brahmana

Kanda,
aku memanggil di antara hutan sukma pada belantara rimba raga
gelap rimbunan daun-daun bahaya kata!

Aku tau kanda datang mencuri waktu
senyumku di antara mekar sukma taman rimba raga
terang padang daun keindahan cinta kita

Kanda,
yang terdengar kini hanyalah kidung hening dari rawa gelap
yang ada hanya jelaga goyang tanpa sandingan
teringat kisah semusim sehanyut kata pada laut,
sapa dibawa pergi bersampan
ingin menyampaikan salam batin menikam
namun telah jauh jarak berlayar

http://oase.kompas.com/read/2012/11/09/19531378/Puisi-puisi.Nancy.Meinintha.Brahmana


Puisi Kubah Hijau | Ratih Sang

Kubah Hijau
Hj. Ratieh Sanggarwaty, SE.

Malam hening
kubah hijaumu mnggelayut di pelupuk mataku.
terbayang dengan bening
lukisan atap mimbarmu.

kekasih di malam seperti ini kuingat perjumpaan kita
Takkuasa kumenahan airmata
Membaca semua derita yang terkirimkan
Dan mereka minta kumendoakan

Betapa kumerasa paling tak ada derita
Tahu derita yang berkepanjangan
Dari mereka
Lebih dahsyat dari yang kukira

Saat itu lalu aku tersungkur
Sujud dalam kepasrahan dan syukur
Tiada yg berat yang dulu terasa gawat
Menjadi kecil yg tampaknya semua jalan telah mampat

Tuhanku,
selesaikan semua persoalan mereka
Yang tanpa ragu mereka telah kirimkan padaMU melaluiku
Biarlah mereka yakin KAU memang nyata

Kekasih
Sambil melangkah kaki keluar
Kubah hijaumu menyembul tampak kekar
Aku harus pulang
Walau rasanya rinduku masih panjang..

23 juli 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/11/02/1403480/Puisi-puisi.Ratih.Sang

Puisi Muara Kehidupan | Ratih Sang



Muara
Hj. Ratieh Sanggarwaty, SE.

setelah berpuluh bulan ia sakit
Dilaluinya tanpa mengeluh
Tak diijinkannya kami ikut merasakan sakitnya
Walau kami dekat pernah dekat apalagi kawan jauh

Muara kehidupan telah kau sampai
Terengah aku menahan perih
Jika waktu dapat kuputar kataku lirih
Maka aku sibuk berandai-andai

Andai tak pernah ada salah paham
Andai aku dapat lebih mengajaknya berIslam
Andai aku tak biarkan jauh berjarak
Andai aku tak hirau akan sungkan yang berpinak

Mungkin aku bisa disebelahnya dan menuntunnya berlafas
Mungkin aku membisikkan namaNYA saat akhir dia bernafas
Mungkin aku tak semenyesal sekarang
Mungkin pula aku dapat membekalinya saat pulang

Selamat jalan kawan
Sudah kutitipkan surat padaNYA
Agar jalanmu diterangkan
Serta kau diterima dan dipelukNYA

Dalam kepulanganmu yang mengejutkanku

(2 Mei 2012)
http://oase.kompas.com/read/2012/11/02/1403480/Puisi-puisi.Ratih.Sang

Puisi Taman Bunga | Puisi Bunga Cinta Kita



TAMAN BUNGA
Rudi Setiawan

Lama kutunggu saat dimana kau dan aku
Kumainkan kecapi mendendang lagu
Dan kau bersenandung dalam iramanya.

Kuncup-kuncup bunga bermekaran
Warna-warninya membias keindahan
Aroma wanginya memancarkan kegairahan
Kupu-kupu dan kumbangpun menari kegirangan

Sepasang angsa berenang dalam kolam cinta mereka
Sementara kita semakin hanyut dalam lagu kasmaran
Jangan hiraukan langit yang memandang penuh iri
Kita abaikan saja angin yang mendesah cemburu

Doha, 20 October 2009
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan

Sajak Kaum Pinggiran | Rudi Setiawan



SAJAK KAUM PINGGIRAN
Rudi Setiawan

Malingpun punya mimpi, punya cita-cita
Lontepun punya harapan, punya cinta
Pengemispun punya asa, punya rasa
Sebelum kau tangkap para maling itu
Selidik dulu kenapa mereka mencuri
Karena “ lapar ” atau karena “ hobi ”
Sebelum kau rendahkan para lonte itu
Cari tahu dulu kenapa mereka melacur
Karena “ dijual ” atau karena “ menjual ” diri
Sebelum kau usir para pengemis itu
Tanya dulu kenapa mereka mengemis
Karena “ terpaksa ” atau karena “ dipaksa ”

Doha, 02 October 2009
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan

Puisi Pesan Rindu kepada Ayahku | Lailatul Kiptiyah


Pesan Rindu kepada Ayahku
Lailatul Kiptiyah

terentang jarak
di tengah jalaran waktu
mimpi berdesis di telinga angin
membuka katup rindu, memanggil ayahku

kemudian angin melesat pergi
dari hening yang pilu
menumpahkan tangisnya di gigir karang sepi

lalu jemari ombak menyentuh bibir perigi
dan rinduku terpatah
di jantung pagi

2009
http://oase.kompas.com/read/2012/10/01/18494510/Puisi-puisi.Lailatul.Kiptiyah

Puisi Jejak Kasih Seorang Ibu | Puisi Untuk Hari Ibu


JEJAK KASIH SEORANG IBU
Rudi Setiawan

Ibu,
Terekam jejak-jejak indahmu kala membentukku menjadi seperti sekarang ini
Jejak-jejak kasihmu yang harum mewangi tak akan pernah kulupakan
Saat aku masih ringkih dan lemah
Kau tatih aku, kau gendong aku, kau dekap aku dengan kehangatan cintamu
Ketulusan yang kau tanamkan pada jiwa dan ragaku
Menjadi energi yang dahsyat bagi inspirasiku

Ibu,
Kala aku kanak-kanak, kau tuntun aku dengan prilakumu yang elok
Kau rendra hari-hariku dengan kasih sayangmu yang utuh
Dongeng-dongeng yang kau ceritakan tentang makna kehidupan
Kala menghantarku beranjak kealam tidurku
Seolah terpahat direlung-relung hatiku
Memberikan pencerahan yang indah dalam warna jiwaku

Ibu,
Saat aku remaja dan kenakalanku menjelma
Dengan sabar kau menasehatiku dan bukan mencaciku
Petuahmu mengalir seperti udara yang menyejukan kalbu
Meski kau bukan filosof namun kata-katamu sebijak para pujangga
Walau kau bukan professor namun analog-analogmu secerdas para ahli
Jiwa pemberontakanku menjadi luntur karena kebijakanmu

Kini aku telah mandiri, dengan seabrek gelar dan kepangkatan
Lalu munculah sifat sombongku terhadapmu
Aku mulai enggan menuruti nasehatmu, dan kuanggap sebagai angin lalu
Aku merasa lebih pintar, lebih ahli dan lebih mengerti darimu
Aku tak mau lagi mendengar petuahmu, yang kuanggap telah usang dan ketinggalan jaman
Aku mengguruimu dengan dalil-dalil agama
Aku menuturimu dengan teori-teori ilmiah
Karena aku merasa bahwa aku adalah manusia generasi modern dan
engkau berasal dari generasi masa lalu

Ibu,
Sungguh tak pantas aku berbuat demikian
Sungguh tak elok aku memperlakukanmu seperti itu
Aku tak akan mampu membayar dengan berapapun hartaku
atas setetes air susu yang telah kau tetekan ditenggorokanku
Aku tak mungkin bisa mengganti dengan seluruh pengabdianku padamu
atas ketulusanmu membersihkan kotoran-kotoran masa kecilku

Ibu,
Maafkanlah semua kesombonganku
Dalam kesadaranku yang baru hinggap ini
Ijinkanlah aku bersimpuh dikakimu

31 January 2010
http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan