Januari Bisu
Matroni el-Moezany
Banyak yang terlihat jelas
Tapi tidak mau mengakui dirinya terluka
dirimu kau lukai
negerimu kau curi
rumahmu kau kotori
mengapa seperti itu
membasahi bibir indah dengan minyak wangi
membasahi bibir di restoran mahal
dirimu kekenyangan
tapi jangan sampai habis makanan itu
aku akan mengambilnya
menjadikan rempah-rempah istimewa
dan di olah dengan perut lapar
sebelum matahari terbit
sisa itu akan kubagikan pada rakyat
agar bibir mereka mengalir sungai-sungai bening
dan mandi dengan senang
karena tak ada yang lebih istimewa
selain menunggu sisahmu
tak ada lain selain butir-butir
yang harus mereka makan
walau pun itu juga masih ada unsur kotoran
tapi tidak bagiku, uang itu milik kami, katanya
Yogyakarta, 2010
http://oase.kompas.com/read/2012/07/14/01050674/Sajak-Sajak.Matroni.el-Moezany
Puisi Januari Bisu | Matroni el-Moezany
Puisi Lentera Ibu | Bennie Wego
Lentera IbuBennie WegoDiisinya minyak kemudian dibenam wajahnya sebelum hari pagibersama dengan doa-doa untuk sepasang mata dari langitagar menurunkan cahaya lebih terang. Lebih jernihdari bening air matanya yang diyakini hanya sekelopak-separitmenghantar anak-anak bermain seraya menyebrangimasa depan tanpa resah dengan lentera dari bola mata yang nyala membersitkendati pada malam kelam yang jadi ruang tunggu dalam sunyitanpa membiarkan satupun dari langkah kaki jatuh pada takdir semenitLake Charles, LA-USA, 0712http://oase.kompas.com/read/2012/07/28/20182793/Puisi-puisi.Bennie.Wego
Puisi Selamat Datang Pagi | Odi Shalahuddin
sumber gbr : photoforum.ru SELAMAT DATANG PAGIodi shalahuddinSelamat datang pagi. Tak bosan kuucapkan itu. Walau kutahu, sepanjang perjalanan hidupku., pastilah dirimu hadir dalam putaran yang sama. Waktu yang berdetak, berjalan dalam irama dari detik ke deti, menit ke menit, jam ke jam. Hingga genap berganti, kembali. Selamat pagi.Selamat datang pagi. Wajah yang bisa berubah. Ketika mentari pancarkan hangatnya dengan bebas bermain dalam teras rumah. Atau perjuangan mentari yang mencoba menembus kabut. Mentari yang tersembunyikan rintik dan deras hujan. Selamat pagi.Selamat datang pagi. Ada berjuta rasa di sini. Bersemayam di jutaan atau milyaran hati manusia. Sisa rasa semalam, masih melekat. Terbawa mimpi buruk. Terbawa pesona gebyar dunia malam. Terhanyut dalam kesunyian malam yang tepat untuk bercermin diri. Tapi kurasa, tiada yang akan memakimu. Tiada yang akan menggugat kehadiranmu. Semangat..semangat..semangat… Senantiasa bergema. Berkata pada diri. Bersapa pada kawan. Dalam ucapan terlontar dari mulut. Atau torehan kata-kata pada status jejaring sosial ataupun komentar-komentar di dunia maya. Selamat pagi.Selamat datang pagi. Ketika orang bersandar pada sebuah harap. Berarti hidup akan membangun kesempurnaannya. Melalui berbagai gerak dan dinamika. Sehingga banyak hal bisa tercipta.Selamat datang pagi. Ah, kusapa kawan-kawan di sini. Semangatlah, ringan hati, melangkah pergi, mencari, dengan kejernihan hati, membuat hidup lebih berarti. Selamat pagi kawan-kawan semua.Yogyakarta, 21 Januari 2011http://odishalahuddin.wordpress.com
Puisi Untuk Desember Yang Kita Tinggalkan
sumber gbr : www.wallpaperhere.com UNTUK DESEMBER YANG KITA TINGGALKANMentari Mediatidakadalagi yang bisakitakumpulkandariperistiwa-peristiwayangterlanjurporak-porandadaritembokkota yang runtuhtapidetik jam dinding di kamarmasihbelumberhentisaatdesemberhampirusai, kitatetapberjalandengankenangan yang tinggalsebagaibekalsebagaijejak-jejaktakhilangyang kadangkitatengokkebelakangJakarta, 31 Desember, 2011http://oase.kompas.com/read/2012/07/19/01285977/Puisi-puisi.Mentari.Media
Puisi Aku Lagi Cemburu
sumber gbr : guardian.co.uk AKU LAGI CEMBURUOdi Shalahuddintidak pernah dipedulikan lagiia asyik memainkan jemarinyameraba-raba tapi tidak ke tubuhkukadang merebahkan kepala dalam pangkuannyadengan mata, kukira pura-pura terpejamuh, menyebalkan,jelas aku cemburukadang waktu aku hadir,ia menyapa sejenaktapi larut lagi pada dirinyamemainkan jemarinya tak hentiseolah aku tak adauh, pastilah sangat menyebalkanbagaimana aku tidak cemburupulang pagi berangkat pagiselalu saja ada alasannyayang membuatku sungguh berpura-pura mengertipadahal kuyakin ia hanya memainkan jemarinyadengan pikiran yang entah, sungguh ku tak tahusudah bosankah ia dengan diriku?sudah tidak cintakah?sudah …?Ah,terbakar hatikutapi serasa tak berdayaaku cemburubenar-benar cemburuingin sekali aku merobek diri-nyamemutus kabel-kabel kesayangannyabiar ia punya waktu untuk dirikuLaptopModemSungguh aku benci padanya… !Pontianak, 24 Agustus 2010http://odishalahuddin.wordpress.com
Puisi Aku Berharap | Edu Badrus Shaleh
Puisi Aku Bangga Indonesia | Odi Shalahuddin
Aku Bangga Indonesia
Odi Shalahuddin
Aku bangga Indonesia, tanah air beta, luas wilayahnya, dengan kekayaan luar biasa, bila terbagi merata maka makmurlah rakyatnya,
Aku bangga Indonesia, dengan bermacam suku bangsa, dan ragam bahasa, hidup damai bersama, menjunjung tinggi bhineka tunggal ika,
Aku bangga Indonesia, benar-benar kaya, kreasi seni budaya, dengan ratusan juta jiwa rakyatnya, yang senantiasa ringan bekerja, menyanyikan lagu-lagu semesta
Aku bangga Indonesia, walau pernah terjajah, tapi akhirnya bisa merdeka, mimpi-mimpi yang tercipta, membangun Indonesia, mewujudkan masyarakat adil, makmur merata, mencerdaskan kehidupan bangsa,
Aku bangga, benar-benar bangga, Indonesia, Indonesia, Indonesia Raya, dari berbagai cerita dan apa yang terbaca, sejak kecil hingga SMA, tertanam di dalam kepala, bangkitkan asa, kelak berbuat untuk bangsa dan Negara tercinta
Aku bangga, aku bangga, aku bang……ga… ga….ga…
sebentar, se..ben…tar… tiba-tiba saja aku terkesima dengan mulut menganga seakan tak percaya, tubuh panas-dingin, sesak dada, seakan hendak meledak isi kepala, ini benar-benar nyata?
Indonesia tanah air beta, luas wilayahnya tak terjaga, lalu senangnya salahkan tetangga
Indonesia kaya raya, jutaan orang menderita, berebut rejeki, mempertaruhkan nyawa
Indonesia bangsa ber-bhineka, yang kehilangan tunggal ika, akhirnya konflik merajalela
Usang sudah berbagai cerita, hanya menjadi kisah tanpa makna, yang beterbangan sekedar melintas di kepala dan telinga, sedang anak-anak lebih suka berfantasi dalam dunia maya
Aku tetap bangga Indonesia, kuyakin kau pun juga, sendiri bukan apa-apa, pastilah kuat bila bersama, dalam karya dan kerja, selain bicara
Bukanlah kejahatan mempersoalkan para penguasa bila bersekutu dengan pengusaha dan para mafia, mengeruk kekayaan indonesia, tapi bukan lagi kita si empunya, tidak mendapat apa-apa, justru sering menjadi tumbal belaka
Bukanlah kejahatan mempersoalkan para wakil kita, yang telah mendapat fasilitas di atas rata-rata, tetapi hanya tidur saja, ketika memperbincangkan dan mengambil keputusan tentang nasib bangsa dan Negara
Bukanlah kejahatan membongkar pelaku tukang jebol uang Negara, siapapun mereka, yang hanya mementingkan kroni-kroninya, tanpa peduli jutaan jiwa, yang terus saja bekerja, tapi tak berubah nasib hidupnya
Bukanlah kejahatan menuntut secara terbuka, pengusutan dan penyelesaian berbagai kisah duka, tentang melayangnya nyawa-nyawa, tentang hilangnya orang-orang yang berani bicara
Aku bangga, kau juga tentunya bangga, memang kita tak bisa menutup mata, selayaknyalah terus bicara dan bekerja, membangun bangsa dan Negara, dimulai dari apa yang kita bisa, tak sungkan berhadapan dengan penguasa, pengusaha dan para mafia, ini Negara kita si empunya, yakinkan saja, ini bukan bualan belaka, ayo segera kita coba…..
Yogyakarta, 14 September 2010
http://odishalahuddin.wordpress.com
Puisi Rahasia Doa (Do'a) | Rudi Anwar Hasibuan
Rahasia Do’aRudi Anwar HasibuanSujud yang kusemat rinduBila ’kan menunduk layuSujud yang kusemat rahasia doa dalam tahajudJadikan aku lupaAku dibekap sepi rupanyaBerapa juta detik aku menunggu waktuKau sambut rindukuTapi kabut pagi yang kental mamangkan pandanganmu.BerdetakTak lagi jantungkuBerdenyutTak lagi nadikuTapi seluruh ragaku berdetak dan berdenyutMenanti kau menyambut rindu yang bekuAda rasa yang ingin kuucapTapi indera pengecap tak mampu berucapHanya sebilah sunyi yang menyayat-nyayat ayatYang tak mampu tersingkapLidahku kelu ’tika menatap sepasang matamuRagaku beku ’tika mendengar kau berlisan syahdu.Dan ketika kau melangkah laluAku pun terpasung rinduErat kepadaMu..Pekanbaru, 25 Mei 2012http://oase.kompas.com/read/2012/07/26/15484996/Puisi-puisi.Rudi.Anwar.Hasibuan
Puisi Nafsu Kuasa | Odi Shalahuddin
NAFSU KUASAodi shalahuddinhati-hatilah dengan kekuasaan, seberapa-pun kecilnya ia.lantaran kekuasaan yang teraih dan tergenggam akan memenjarakanmutercipta ajang pertempuran dalam diri sendiri, sangat menyiksa bila kau punya hatiatau kau matikan suara-suara hati, membangkitkan rasa tak pedulisedang pertempuran di luar, demikian dahsyatnya, terbuka ataupun tersembunyimaka berpandai silat lidahlah, memainkan kata-kata,membangun citra, tak peduli maknadan mempersiapkan penaklukan-penaklukan damai,bilamana perlu membayangi langkah para lawan dalam irama kematian,kepada para kawan-pun akan terbit curiga, seakan menunggu waktu menjadi lawansetidaknya ada dalam kepala, bukankah itu sebuah penjaramaaf, bukan aku tak percayabila kau rasa masih berbalut kekuatan hati mewujudkan mimpisyukurlah, semoga tetap bisa terjagaYogyakarta, 7 Oktober 2010http://odishalahuddin.wordpress.com
Biografi Odi Shalahuddin
Biografi Odi ShalahuddinODI SHALAHUDDIN, lahir di Jakarta, 23 September 1969. Pernah kuliah di Fakultas Sastra UGM namun tidak selesai. Aktif menulis puisi, cerpen, esai di Kompasiana. Sejak tahun 1984 telah aktif di Organisasi Non-Pemerintah dan sejak tahun 1994 memfokuskan diri pada isu hak-hak anak. Banyak pula menulis artikel mengenai berbagai persoalan anak, terutama mengenai anak jalanan dan eksploitasi seksual komersial terhadap anak. Tulisan-tulisannya telah diterbitkan menjadi buku, diantaranya ”Cinta di Halte” (Kumpulan cerpen), Anak Jalanan Perempuan, Anak Bukan Pemuas Nafsu, dan Di Bawah Bayang-bayang Ancaman.
Puisi Hikayat Perkawinan | Kedung Darma Romansha
Hikayat PerkawinanKedung Darma Romanshabulan ngantukbersandar di punggung malamangin mengantarkan masa lalu yang dingindan suara-suara seperti roh masa silamyang ingin mencekikmu dari belakang.siapa yang kehilangan?siapa yang akan melengkapi tubuhmu?ada semacam bau syahwatyang akan menyumbat hidungmu.dan kau mengendus-endus bagai anjing laparyang kehilangan tuannya.sementara takdir sudah lebih dulumendapati surga yang sepiketika dunia dalam diriingin mendapatkan tempatnya.kita selalu mengulangi takdir yang samadosa yang samaselalu menjadi lupabahwa baik-buruk dapat tempat yang sama.inilah awal mula perkawinan ituyang bikin kita terusir dari diri sendirirumah yang dulu mengusirmu di sini.Sanggar Suto, 2012http://oase.kompas.com/read/2012/07/02/15341557/Puisi-puisi.Kedung.Darma.Romansha
Puisi Sketsa Sebuah Perjalanan | Matroni el-Moezany
Sketsa Sebuah PerjalananMatroni el-MoezanyKurangkai semua yang terbacaDalam kilasan surau-surau semestaKuserahkan kerinduan ituPada ikan-ikan di pagi hariPagi yang membuat aku pahamMakna persahabatan dan kesetiaanRindang malamTak serindang kata-kataKubertanya pada Liya“Sudah kau serahkan kesedihanmu pada ikan-ikan”“belum”Kesedihan tak membuatPenguasa lari,Biarkan mereka menikmati indahnya semestaMenikmati lumatan-lumatan rasaMenikmati luka-luka massaAgar Kesedihan semuKau harus biarkan bibirmu mengalir pada orang-orangAneh, kesedihan itu menjadi uang-uang bernilai di saku para raksasaKubakar semua kesemuan itu, tapiDengan apa aku harus membakarnyaApi, aku tak punyaBara, masih belum nyalaDarah, belum mengalirAku jadi bingung melihat ke(semu)an itu,kulihat ternyata kertas bermakna kekuasaankulihat kata-kata ternyata kosongkulihat senyum tenyata menyakitkanlalu, apa yang harus kulihat di masa depanulama, intelektual, budayawan, senimanmereka mencari pasar? Mereka mau, di bayarkemana aku harus melangkah dan mendamaikan jiwa ini?Kini semua menjadi pasarSegalanya bisa diuangkan,Kata-kata, pikiran, hati, jiwa, rasa karena uangTak kusangka ternyata haluan.Liku yang tak memiliki refleksiKeberlanjutan jalan ituBelum membuahkan keranumanHijau daun di pangkasDitudungi berjuta tubuh penguasaWalau panas hati kamiIni sketsa di tengah bangsaKuletih bersandar ke tiang pancasilaBudaya datang merayapDi tambah nyanyian maling-malingMengantuk karena kegelapanBangsa buruk di daerah kamiAtap langit bumi pun gersangTidur pulas tak mandi-mandiDi jalan pulang aku berjumpaMatahari meniduri bumiDimana hatiku takkan piluMandang kerakusanmuYogyakarta, 12 Mei 2010http://oase.kompas.com/read/2012/07/14/01050674/Sajak-Sajak.Matroni.el-Moezany
Puisi Jalan Menuju Pulang | Jumardi Putra
Menuju PulangJumardi Putrajalan laksana lumpur membusahingga mata segan melaluinyatak mudah memerahu ratap rahimmenangkis gamparan badai berkali-kalilarut malam hari ketujuh menuai ikrar“ya.ini jalan menuju pulang,datang dan pergibagian dari cerita yang menujumkan keseimbangancuram di semua musim terlewati”.Sepulang dari Cibubur: Destiarasaat di antara kami mengukirkesedihan pada batang dan daundalam kuyup, kau pahat langit tendabalik ke dusunmenanam benih runduk mawar.Jambi, 2012.http://oase.kompas.com/read/2012/09/26/23453350/Puisi-puisi.Jumardi.Putra
Puisi Shalat | Mega Vristian
Sajak Rapuh | Lailatul Kiptiyah
Sajak RapuhLailatul Kiptiyahdan tentu, aku pastilah serapuhdaun-daun dan bunga-bungayang meluruh ituketika musim silih bergantimembuatku rebahmelatake tanah-tanahkecuali Kau setia menuntunkumenyemaikan akardi jalan-jalanmenuju rumahMuOctober, 2012http://oase.kompas.com/read/2012/10/01/18494510/Puisi-puisi.Lailatul.Kiptiyah
Elegi Dan Puisi | Anis Yuliana Samara
Elegi dan Puisi“Kau,meminangku dengan puisi-puisi ciptaanmu sendiri.”Anis Yuliana Samarabulan mengapung di matamupendarpendar cahaya menggantung di dagumuaku memaku, membeku, lalu memelukmujika kau tak mampu membunuh sepiyang menjangkitijiwa dan ragaku ini—yakini diksi-diksi dalam puisi ialah do’a-do’a mustajab;ketika dini hari terjerembab di ujung sajadahmuyang basah oleh taubatmukadangkala menyesatkankumenuju jalan-jalan raya—di antara ilalang kota-kota tuadimana ayah dan ibuku bermukim—di kaki bumi kuberpijakdan mimpi-mimpi semalamkuhentak-hentak tanpa salamYogya, 2012http://oase.kompas.com/read/2012/10/30/2019455/Puisi-puisi.Anis.Yuliana.Samara
Puisi Sepertimu Kami Memilah Kata | Ferdi Afrar
Sepertimu Kami Memilah KataFerdi Afrarpada parasnya, pada garing nyaring suaranya,pada kemolekan dan kesintalan dagingnya.kami jejerkan, kami luruskan, agar tak ada yang mencong apalagi bengkong.kami letakkan kata pada tempatyang membuatnya bahagia.kami kesepian, memutar nasibseperti mengulangi percobaan bunuh diri.sepanjang hari gentar memutar gasing di punggung.kami letih dan mendamparkan tubuh di garasi.di atas meja, di temaram cahaya,kami bersendempel pada kata.tiba pada gelapkami bermalam pada lamunanyang membuat kami terasa akrab.berdua melompat-akrobat di celah kalimat. melawan gigil jam dan rayuan bantal.menapaki puncak paling sunyi.ke negeri asing paling gaib,yang belum pernah kami temui.bersamanya kami berkelana mesrahingga subuh bercahaya.2012http://oase.kompas.com/read/2012/07/29/19304628/Puisi-puisi.Ferdi.Afrar
Puisi Cecak Untuk Kekasihnya | Rudi Setiawan
PUISI CECAK UNTUK KEKASIHNYARudi SetiawanDiajeng,Tembok putih ini menjadi saksi bisuKisah kasih kita berduaSaat kita merayapinya bersama-samaBerburu Nyamuk (penghisap darah)Berburu Wereng (hama perusak)Dan sesekali menangkap kecoak (yang mengotori perkantoran)DiajengDinding ini adalah layar kehidupan kitaTempat kita berpetualang sepanjang waktuMembersihkannya dari serangga-seranggaYang berusaha mengotorinyaDiajengKemarin sudah kuingatkan kauJangan berburu diatas lantaiLantai bukan habitat kitaLantai tempat berbahaya bagi kita berduaDiajengMestinya kau tahu, bahwa diatas lantaiAda kucing Garong yang selalu mengintaiYang setiap saat bisa menerkam kitaDari berbagai penjuruDiajengMaafkan aku, yang tak bisa menolongmuKala kucing Garong menerkammu malam tadiAku tak kuasa untuk melawannyaAku tak cukup kuat untuk menandinginyaSekali lagi maafkan aku diajeng.DiajengKini tak kudapati kau disisiku lagiAku mesti sendiri meredam sepiCicak tua yang tak lagi perkasaMerayapi dinding yang mulai kotor dan bernodaDoha, 10 November 2009http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan
Puisi Tentang Pernikahan | Mega Vristian
PERNIKAHANMega VristianAwal juniAngin membawa harum melatiKita sama-sama tersenyumDiusia senjaLega memenangkan ujian cinta( Hong Kong, Sheraton Hotel Juni 2011)http://oase.kompas.com/read/2012/08/03/23190077/Puisi-puisi.Mega.Vristian
Puisi Tentang Pelangi | Bennie Wego
Puisi Pendek Menyambut Hujan | Sobih Adnan
MENYAMBUT HUJANSobih AdnanBersiaplah;Segala haru kenangan akan lantang bercerita,Di mulai dari basah tanah pertama, yang dihembuskan udara.2012http://oase.kompas.com/read/2012/10/06/21185410/Puisi-puisi.Sobih.Adnan
Puisi Kota Yang Hilang | Bennie Wego
Kota yang HilangBennie WegoSudah lama kota hilang entah ke manarakyat bertanya tentang tanda-tandatentang rumah atau bangunanmereka saling terpisah oleh batuandari tambang-tambang di pegununganjadi tembok-tembok kota tanpa junjunganhanya bangunan tanpa rumah tanpa tuanLake Charles, 0612http://oase.kompas.com/read/2012/07/28/20182793/Puisi-puisi.Bennie.Wego
Puisi Wahai Matahari | Edu Badrus Shaleh
WAHAI MATAHARIEdu Badrus ShalehPadamu wahai matahariKutitipkan rindu dan sajakMeski berat sungguhTerbakar dadaku oleh gemuruhDi antara himpitan besi dan bebatuanKucoba menahan seranganDi antara resah yang berdetakKupertahankan cinta dan kata-kataPadamu wahai langit cahyaKupasrahkan seluruhnyaHamparan hatikuBersama kubit gemintangRembang, 2008http://oase.kompas.com/read/2012/07/31/20270023/Puisi-puisi.Edu.Badrus.Shaleh
Puisi Sepanjang Jalan Kenangan | Mega Vristian
SEPANJANG JALAN KENANGANMega Vristianudara mengeras di luar, bersama gerimis yang ritmis itu lagidan kita membaca puisi di dalam, di kursi-kursi sepi, di debur laut hatikita memahami kebekuan yang telah begitu lama menahan rindu mencairdan perlahan, malan menimbun larut di jalan-jalandan pada akhirnya kita pulang, sendiri-sendiri, berjalan dan bercakapdengan bayangan, bercakap dengan kenangan dan separoh impianyang disisakan rembulan untuk esok pagi.juga kehangatan yang sempat tersingkap dan mengerjapkau tahu? ada yang tak kuasa kuterjemahkan: airmata yang perlahanmelinang di sepanjang kenanganmasih pula airmata yang itu lagi(Hong Kong, antara Tsim Sha Tsui dan Causway BAY 2012)http://oase.kompas.com/read/2012/08/03/23190077/Puisi-puisi.Mega.Vristian
Puisi Di Tanjung Priok | M Nurcholis
Di Tanjung Priok:RMDM. NurcholisDi Tanjung Priok, gigil membawa angin daratmenuju laut lepas tak berbatas.Di anjungan beberapa kapal seperti engganmelepaskan tautan, memisahkannyadengan daratan yang mencegahnya bergelinjang.Tapi inilah hidup, kata laut, dan engkauharus mencoba deburku, hablur ombakkuMerasakan bebas seperti camarmencari ikan dengan awas.Dan cuaca menyisakan aroma basaDi ujung barat jingga memberi tandaBahwa waktu semakin tua.Engkau mendesah, aku pun.Kita menatap layang-layang putusyang hilang kendali oleh anak-anak pantaiSementara dermaga sesaat kosonghilang kapal mencari sebuah petualanganAku-engkau, berdoa;"Semoga semua hal di duniaberjalan sesuai takdir"lalu kita kembali berjalan,meninggalkan dermaga,Kembali membuat takdir kita.2012http://oase.kompas.com/read/2012/10/10/22544738/Puisi-puisi.M.Nurcholis
Puisi Layang-Layang | Putu Gede Pradipta
Layang-layangPutu Gede PradiptaDia membuat layang-layang dari sehimpundaun kering yang dikumpulkan dari tamansebuah kota yang sedang menjalani musimgugur pertama.Namun, daun-daun kering yang disusunnyamenjadi layang-layang segera habis terbakarketika memulai terbang dan musim kemarautiba-tiba datang.2012http://oase.kompas.com/read/2012/07/27/22222431/Puisi-puisi.Putu.Gede.Pradipta
Puisi Kerendahan Hati | Rudi Setiawan
KERENDAHAN HATIRudi SetiawanJangan kau sanjung puji dirikuSebab sanjung puji itu seperti ribuan pedangYang menusuk-nusuk hatiku dan akan membuatnya matiSebaiknya kau caci maki saja dirikuKarena caci maki itu terasa bagaikan belaian bidadariMembuatku bergairah untuk hidup dan berkarya lagi.Doha 21 October 2009http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan
Syair Sedih | Lailatul Kiptiyah
Syair SedihLailatul KiptiyahSepi yang mengekal di pelupuk malammerobek mata hatiku yang kelamDi atas lembaran kitab yang menuahuruf-huruf terus bernyanyimengabarkan maknanyasebagian lagimemeluk rahasiapenciptanyaDi luar kudengar jerit kuk kuk burung hantuseolah maut telah tiba di muka pintulalu kulihat pada cermin, kilasan wajah-wajah sedihwajah dosa dan doa yang terus tumpang tindihJakarta, Februari 2012 (Maulid 1433 H)http://oase.kompas.com/read/2012/10/01/18494510/Puisi-puisi.Lailatul.Kiptiyah
Puisi Sehabis Mengantar Jenazah | Agus Dwi Rusmianto
Sehabis Mengantar Jenazah; WandiAgus Dwi Rusmiantoada sunyi menyergap ragakumenenggelamkan suara sekoppada timbunan tanahyang membuat kita gelisah“Aku ingat ibu”bathinku memutar kaleidoskopketika melewati neon 18 watt di atas gundukanterbayang gulita di bawah sanahanya pucuk kembojakembang tujuh rupa serta doapengantar menuju batas tak terhinggapada langkah ke tujuhmenengok seakan mengucap selamat jalanprotes pada Tuhan pun segan“Innasolati Wanusuki Wamahyaya Wamamati LillahiRabbil 'alamin...”terimalah sujudkudoa-doa yang kulafalkantangan mengangkasaserta tangis pada bumi dimana aku kembalipun tak bisa mengelak dan menawar lagiSpeed Net, 21 Mei 2012http://oase.kompas.com/read/2012/09/04/22152173/Puisi-puisi.AD.Rusmianto
Puisi Dialog Jiwa Semusim | Agus Dwi Rusmianto
Dialog Jiwa SemusimAgus Dwi RusmiantoAdakah risau menyapakuDi pucuk daun pintu yang terketukAdakah ruangPada lantun sunyi kejauhan jarak pandangSejenak aku berpikirAndaisaja di sana rumah kita sejalanSepetak dan tak perlu susah menyebrangSaling lempar kabar tanpa pesan singkatAkan kita nikmatiCangkir demi cangkir kopi hitamBeradu tawa dan gelisah“Ahh…aku sedang tidak baik malam ini,” ucapmu membunuh purnamaPada ritual megaAku tadi melepas ragaMenari menerjemahkan sunyiBerkejaran dan mimpiHingga akhirnya menyerahMemenggal mimpiRi, maafkan jika ternyataMata ini tak sanggup melihat aslimuTapi biarlah beradu dengan bayanganmu di pelupuk mataTentangmuDan pula ingin kuukir puisiDi tubuhmu dengan tinta bukan belatiMenancap di hatiAdalah puisi kutulisDari tinta sepi, dengan diksi mirisHasil mematai dunia lirisCinta tentunya teramat tinggiUntuk musafir sepertikuYang hingar di padang pasirDan hampir buta soal perhentian musimPadahal tak kuperlukan musim agar cinta itu tumbuh“Jejak ini akan menjadi awaldan bagaimana musim tak kauperlukansedang aku hanya hidup di musim tertentu”Pena dan tinta menjadi buramSerupa malam yang abu-abuDi lengkung alis matamuCikole, 7-8 Juli 2012http://oase.kompas.com/read/2012/09/04/22152173/Puisi-puisi.AD.Rusmianto
Puisi Hikayat Secangkir Kopi
HIKAYAT SECANGKIR KOPIRudi SetiawanMusim dingin menghajarMatahari tak mampu menghangatkanAngin seperti freezer alamiTembok-tembok tebal tak kuasa menghalangiSecangkir kopi panas, leleh dilidahkuPagi terasa dingin membekuDari balik jendela, kulihat wajah kotaYang sibuk berdandan seperti gadis muda yang dimabuk cintaSecangkir kopi menemanikuMengusir sepi dan gelisah hatiKucoba menyapa pagi dengan senyum yang kupaksakanDia tak membalasnya, acuh tak acuh dia melengos pergiSecangkir kopi tinggal seperempat isiTumpukan kertas berserakan diatas mejaLaptopku masih menyalaHasratku makin membara menulis bait-bait kataSecangkir kopi seperti ilusiMembius angan-angankuMenenggelamkanku dalam barisan kataTanpa maknaDoha, 5 November 2009http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan
Puisi Layar Rimba | Nancy Meinintha Brahmana
LAYAR RIMBANancy Meinintha BrahmanaKanda,aku memanggil di antara hutan sukma pada belantara rimba ragagelap rimbunan daun-daun bahaya kata!Aku tau kanda datang mencuri waktusenyumku di antara mekar sukma taman rimba ragaterang padang daun keindahan cinta kitaKanda,yang terdengar kini hanyalah kidung hening dari rawa gelapyang ada hanya jelaga goyang tanpa sandinganteringat kisah semusim sehanyut kata pada laut,sapa dibawa pergi bersampaningin menyampaikan salam batin menikamnamun telah jauh jarak berlayarhttp://oase.kompas.com/read/2012/11/09/19531378/Puisi-puisi.Nancy.Meinintha.Brahmana
Puisi Kubah Hijau | Ratih Sang
Kubah Hijau
Hj. Ratieh Sanggarwaty, SE.
Malam hening
kubah hijaumu mnggelayut di pelupuk mataku.
terbayang dengan bening
lukisan atap mimbarmu.
kekasih di malam seperti ini kuingat perjumpaan kita
Takkuasa kumenahan airmata
Membaca semua derita yang terkirimkan
Dan mereka minta kumendoakan
Betapa kumerasa paling tak ada derita
Tahu derita yang berkepanjangan
Dari mereka
Lebih dahsyat dari yang kukira
Saat itu lalu aku tersungkur
Sujud dalam kepasrahan dan syukur
Tiada yg berat yang dulu terasa gawat
Menjadi kecil yg tampaknya semua jalan telah mampat
Tuhanku,
selesaikan semua persoalan mereka
Yang tanpa ragu mereka telah kirimkan padaMU melaluiku
Biarlah mereka yakin KAU memang nyata
Kekasih
Sambil melangkah kaki keluar
Kubah hijaumu menyembul tampak kekar
Aku harus pulang
Walau rasanya rinduku masih panjang..
23 juli 2012
http://oase.kompas.com/read/2012/11/02/1403480/Puisi-puisi.Ratih.Sang
Puisi Muara Kehidupan | Ratih Sang
MuaraHj. Ratieh Sanggarwaty, SE.setelah berpuluh bulan ia sakitDilaluinya tanpa mengeluhTak diijinkannya kami ikut merasakan sakitnyaWalau kami dekat pernah dekat apalagi kawan jauhMuara kehidupan telah kau sampaiTerengah aku menahan perihJika waktu dapat kuputar kataku lirihMaka aku sibuk berandai-andaiAndai tak pernah ada salah pahamAndai aku dapat lebih mengajaknya berIslamAndai aku tak biarkan jauh berjarakAndai aku tak hirau akan sungkan yang berpinakMungkin aku bisa disebelahnya dan menuntunnya berlafasMungkin aku membisikkan namaNYA saat akhir dia bernafasMungkin aku tak semenyesal sekarangMungkin pula aku dapat membekalinya saat pulangSelamat jalan kawanSudah kutitipkan surat padaNYAAgar jalanmu diterangkanSerta kau diterima dan dipelukNYADalam kepulanganmu yang mengejutkanku(2 Mei 2012)http://oase.kompas.com/read/2012/11/02/1403480/Puisi-puisi.Ratih.Sang
Puisi Taman Bunga | Puisi Bunga Cinta Kita
TAMAN BUNGARudi SetiawanLama kutunggu saat dimana kau dan akuBerada di taman bunga cinta kitaKumainkan kecapi mendendang laguDan kau bersenandung dalam iramanya.Kuncup-kuncup bunga bermekaranWarna-warninya membias keindahanAroma wanginya memancarkan kegairahanKupu-kupu dan kumbangpun menari kegiranganSepasang angsa berenang dalam kolam cinta merekaSementara kita semakin hanyut dalam lagu kasmaranJangan hiraukan langit yang memandang penuh iriKita abaikan saja angin yang mendesah cemburuDoha, 20 October 2009http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan
Sajak Kaum Pinggiran | Rudi Setiawan
SAJAK KAUM PINGGIRANRudi SetiawanMalingpun punya mimpi, punya cita-citaLontepun punya harapan, punya cintaPengemispun punya asa, punya rasaSebelum kau tangkap para maling ituSelidik dulu kenapa mereka mencuriKarena “ lapar ” atau karena “ hobi ”Sebelum kau rendahkan para lonte ituCari tahu dulu kenapa mereka melacurKarena “ dijual ” atau karena “ menjual ” diriSebelum kau usir para pengemis ituTanya dulu kenapa mereka mengemisKarena “ terpaksa ” atau karena “ dipaksa ”Doha, 02 October 2009http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan
Puisi Pesan Rindu kepada Ayahku | Lailatul Kiptiyah
Pesan Rindu kepada AyahkuLailatul Kiptiyahterentang jarakdi tengah jalaran waktumimpi berdesis di telinga anginmembuka katup rindu, memanggil ayahkukemudian angin melesat pergidari hening yang pilumenumpahkan tangisnya di gigir karang sepilalu jemari ombak menyentuh bibir perigidan rinduku terpatahdi jantung pagi2009http://oase.kompas.com/read/2012/10/01/18494510/Puisi-puisi.Lailatul.Kiptiyah
Puisi Jejak Kasih Seorang Ibu | Puisi Untuk Hari Ibu
JEJAK KASIH SEORANG IBURudi SetiawanIbu,Terekam jejak-jejak indahmu kala membentukku menjadi seperti sekarang iniJejak-jejak kasihmu yang harum mewangi tak akan pernah kulupakanSaat aku masih ringkih dan lemahKau tatih aku, kau gendong aku, kau dekap aku dengan kehangatan cintamuKetulusan yang kau tanamkan pada jiwa dan ragakuMenjadi energi yang dahsyat bagi inspirasikuIbu,Kala aku kanak-kanak, kau tuntun aku dengan prilakumu yang elokKau rendra hari-hariku dengan kasih sayangmu yang utuhDongeng-dongeng yang kau ceritakan tentang makna kehidupanKala menghantarku beranjak kealam tidurkuSeolah terpahat direlung-relung hatikuMemberikan pencerahan yang indah dalam warna jiwakuIbu,Saat aku remaja dan kenakalanku menjelmaDengan sabar kau menasehatiku dan bukan mencacikuPetuahmu mengalir seperti udara yang menyejukan kalbuMeski kau bukan filosof namun kata-katamu sebijak para pujanggaWalau kau bukan professor namun analog-analogmu secerdas para ahliJiwa pemberontakanku menjadi luntur karena kebijakanmuIbu,Kini aku telah mandiri, dengan seabrek gelar dan kepangkatanLalu munculah sifat sombongku terhadapmuAku mulai enggan menuruti nasehatmu, dan kuanggap sebagai angin laluAku merasa lebih pintar, lebih ahli dan lebih mengerti darimuAku tak mau lagi mendengar petuahmu, yang kuanggap telah usang dan ketinggalan jamanAku mengguruimu dengan dalil-dalil agamaAku menuturimu dengan teori-teori ilmiahKarena aku merasa bahwa aku adalah manusia generasi modern danengkau berasal dari generasi masa laluIbu,Sungguh tak pantas aku berbuat demikianSungguh tak elok aku memperlakukanmu seperti ituAku tak akan mampu membayar dengan berapapun hartakuatas setetes air susu yang telah kau tetekan ditenggorokankuAku tak mungkin bisa mengganti dengan seluruh pengabdianku padamuatas ketulusanmu membersihkan kotoran-kotoran masa kecilkuIbu,Maafkanlah semua kesombongankuDalam kesadaranku yang baru hinggap iniIjinkanlah aku bersimpuh dikakimu31 January 2010http://oase.kompas.com/read/2010/02/16/21371676/Puisi-puisi.Rudi.Setiawan