Sang Saudagar

Sang Saudagar *
Syair Rabindranath Tagore

Bayangkan, ibu, bayangkan engkau tinggal di rumah,
dan aku bepergian jauh nun ke negeri-negeri asing.

Bayangkanlah, ibu, perahuku siap tambat sarat muat.

Dan sekarang coba sungguh pikirkan, ibu apa yang
engkau hendak aku bawakan bila kelak aku datang.

Ibu, maukah engkau kuberi emas bertimbun-timbun?

Di sana, di tepi arus sungai keemasan, ada ladang
penuh tumbuh, tanaman memberi panenan emas.

Dan di teduh jalan setapak, di tengah hutan, juga
ada bunga champa keemasan ke dasar berjatuhan.

Hendak kukumpulkan untukmu bunga itu, kubawa
dalam beratus-ratus keranjang. Ibu, maukah engkau
mutiara, butirnya bagai tetes-tetes hujan musim semi?

Lalu kuarungi lagi latu, ke pantai pulau mutiara. Di pagi
yang teramat awal, gigil cahaya mutiara di bunga-bunga
padang rumput, ada butir yang jatuh, ada butir berkilauan
di pasir, direnjis percik ombak dari yang tak hendak jinak.

Sepasang kuda bersayap, saudaraku kelak punya,
agar kami bisa menembus terbang di antara mega.

Dan untuk ayah, kubawakan pena ajaib untuknya
pena yang bisa menulis sendiri, tanpa setahunya.

Dan untukmu, ibu, aku mesti membawakanmu
berpeti-peti permata, senilai kekayaan tujuh raja.

* Syair ke-23 dari rangkaian 40 syair The Crescent Moon.


Category Article